Pertama kali mendengar berita masuknya virus covid-19 ke Indonesia pada Maret 2020, saya tak menyangka kalau perkembangannya akan secepat ini. Saat itu, kami masih beraktivitas normal dan pergi keluar rumah untuk menyelesaikan beberapa keperluan. Virus sejenis flu berat ini pertama kali muncul di Wuhan, Cina pada Desember 2019 dan menyebar cepat di beberapa negara. Akan tetapi, perumahan kami dikagetkan dengan berita mengejutkan. Sebulan lalu, Kira-kira awal April 2020, tetangga satu RT saya yang suaminya sakit paru-paru pada akhirnya meninggal. Setelah dicek, mendiang ternyata positif covid-19. Beberapa orang polisi datang dan berdialog dengan ketua RW setempat. Berita meninggalnya Bapak X ini tidak diumumkan. Namun, warga di RW seberang sudah mendengar desas-desus terkait kematiannya. Selama empat belas hari istri dan anak mendiang melakukan isolasi mandiri di rumah sembari menunggu hasil tes lab. Rumah satu RW pun langsung disemprot desinfektan. Esoknya, penyemprotan kembali dilakukan dan beberapa hari setelahnya.
Mendengar kabar tersebut, saya awalnya merasa kaget dan takut. Tak menyangka kalau lingkungan tempat saya tinggal sudah masuk zona merah. Namun, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, berdoa dan berikhtiar yang terbaik untuk mencegah penularannya. Rajin mencuci tangan dengan sabun dan meminimalisir menyentuh area wajah, menghindari kerumunan dan kontak fisik seperti bersalaman, selalu memakai masker saat terpaksa harus keluar rumah dan menjaga jarak minimal satu meter.
Sebagai keluarga dengan status PDP tentu menjadi hal yang berat. Terlebih saat baru saja kehilangan salah satu anggota keluarganya yang meninggal karena wabah covid-19. Kami satu RW saling bahu membahu untuk memenuhi kebutuhan keluarga Bapak X selama isolasi mandiri. Setelah genap dua minggu, hasil tes lab istri dan keluarga Bapak X ternyata negatif. Kami turut bersyukur mendengar berita tersebut.
Mendengar kabar tersebut, saya awalnya merasa kaget dan takut. Tak menyangka kalau lingkungan tempat saya tinggal sudah masuk zona merah. Namun, kita sebagai manusia hanya bisa berusaha, berdoa dan berikhtiar yang terbaik untuk mencegah penularannya. Rajin mencuci tangan dengan sabun dan meminimalisir menyentuh area wajah, menghindari kerumunan dan kontak fisik seperti bersalaman, selalu memakai masker saat terpaksa harus keluar rumah dan menjaga jarak minimal satu meter.
Sebagai keluarga dengan status PDP tentu menjadi hal yang berat. Terlebih saat baru saja kehilangan salah satu anggota keluarganya yang meninggal karena wabah covid-19. Kami satu RW saling bahu membahu untuk memenuhi kebutuhan keluarga Bapak X selama isolasi mandiri. Setelah genap dua minggu, hasil tes lab istri dan keluarga Bapak X ternyata negatif. Kami turut bersyukur mendengar berita tersebut.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar