Indonesia termasuk salah satu negeri yang masih menjunjung senioritas. Memang sangat baik menghormati orang yang lebih tua, akan tetapi ada kalanya budaya seperti ini tidak bisa diaplikasikan. Jika anak kecil yang menguasai ilmu di bidang keislaman digelari Syekh di negeri islam seperti Arab. Atau tengok saja Tabarak dan Yazid, hafidz cilik asal Mesir, yang dimuliakan kedudukannya. Lain halnya dengan di Indonesia. Remaja laki-laki yang bacaan Al-Qur'annya fasih tidak diberi kesempatan menjadi imam sholat. Padahal salah satu syarat menjadi imam adalah orang yang lebih fasih bacaannya, bukan orang yang lebih sepuh. Jika orang yang lebih sepuh memang baik bacaannya, barulah ia yang didahulukan menjadi imam. Maka, jangan heran jika masjid hanya diisi orang-orang yang sudah sepuh. Kecintaan para generasi penerus pada masjid yang tidak didukung dan difasilitasi hanya akan mematikan kecerdasan spiritual mereka. Belum lagi anak-anak kecil yang dilarang masuk masjid karena dianggap mengganggu.
Padahal sejatinya kedudukan ilmu lebih tinggi di banding ibadah yang dilakukan tanpa ilmu. Masih ingatkah kita kisah tentang syetan yang urung menggoda orang yang sedang sholat sebab ada orang yang sedang tidur disampingnya? Orang yang sedang sholat itu melakukan ibadah tanpa ilmu. Namun, orang yang sedang tidur, ia adalah orang yang berilmu. Syetan tak jadi mengganggu orang yang sedang sholat lantaran khawatir jika ia menggodanya, orang yang berilmu itu akan bangun dan membetulkan sholat orang yang tak berilmu.
Allah subhanallah wa ta'ala berfirman, "...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah: 11).
Belum lagi anak yang mengingatkan orang tua saat melakukan salah. Kebanyakan anak tersebut tak digubris karena dianggap anak "kemarin sore". Orang tua merasa sudah makan asam-garam kehidupan. #Tsah! Nah, bahkan mengingatkan orang yang lebih sepuh tentang kebaikan pun butuh seni. Mari belajar dari cucu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Hasan dan Husein. Suatu ketika kedua cucu manusia paling agung ini melihat seorang bapak yang salah dalam berwudhu. Lantas, si kembar yang satu berwudhu dengan cara yang salah. Sementara yang lain mengingatkannya dengan berwudhu secara benar. Laki-laki itu pun lantas menyadari kesalahannya.
Wallahu a'lam
Padahal sejatinya kedudukan ilmu lebih tinggi di banding ibadah yang dilakukan tanpa ilmu. Masih ingatkah kita kisah tentang syetan yang urung menggoda orang yang sedang sholat sebab ada orang yang sedang tidur disampingnya? Orang yang sedang sholat itu melakukan ibadah tanpa ilmu. Namun, orang yang sedang tidur, ia adalah orang yang berilmu. Syetan tak jadi mengganggu orang yang sedang sholat lantaran khawatir jika ia menggodanya, orang yang berilmu itu akan bangun dan membetulkan sholat orang yang tak berilmu.
Allah subhanallah wa ta'ala berfirman, "...niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (Q.S. Al-Mujadalah: 11).
Belum lagi anak yang mengingatkan orang tua saat melakukan salah. Kebanyakan anak tersebut tak digubris karena dianggap anak "kemarin sore". Orang tua merasa sudah makan asam-garam kehidupan. #Tsah! Nah, bahkan mengingatkan orang yang lebih sepuh tentang kebaikan pun butuh seni. Mari belajar dari cucu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Hasan dan Husein. Suatu ketika kedua cucu manusia paling agung ini melihat seorang bapak yang salah dalam berwudhu. Lantas, si kembar yang satu berwudhu dengan cara yang salah. Sementara yang lain mengingatkannya dengan berwudhu secara benar. Laki-laki itu pun lantas menyadari kesalahannya.
Wallahu a'lam
0 $type={blogger}:
Posting Komentar