Oleh: Mutia Senja
(Penulis, Pengasuh Sekolah Menulis Sragen)
Kenapa "Menulis, Satu Jalan Raih Prestasi" ?
Ada apa dengan menulis?
Saya di grup ini banyak sekali bahkan didominasi oleh pelajar dan mahasiswa. Keuntungan menulis di samping kepentingan akademis, barangkali menjadi satu pertanyaan yang masih membenak di kepala.
Saya hanya meyakini satu hal: bahwa dengan menulis, saya bicara. Dengan menulis, saya berpikir dan dengan menulis saya hidup.
Mengapa prestasi diraih (salah satunya jalannya) dengan menulis?
Baik, di sini kita akan diajak untuk berpikir tentang bagaimana keilmuan kita diakui tanpa menulis? Jurusan kedokteran butuh menulis, olahragawan butuh menulis, perupa butuh menulis, guru butuh menulis, terlebih sastrawan, budayawan, pasti butuh menulis. Agar apa? Diakui. Bahwa kita punya bukti pikir yang dapat dibaca banyak orang. Kita punya ide yang dapat memberikan inspirasi bagi khalayak. Kita dapat memberikan pengaruh bagi orang lain dengan tulisan-tulisan kita yang bisa jadi lisan kita tak lebih 'berani' dari apa yang kita tulis. Maka saya pernah menulis sebuah pesan, "menulislah sebelum lisanmu tak lagi 'berguna'. Maksudnya, kita telah menuliskan apa yang kita sebut prinsip/kebenaran dengan tulisan. Kelak ketika tidak sempat mulut kita berkata atau barangkali yang Pramudya katakan bahwa "menulis adalah bekerja untuk keabadian", tulisan-tulisan kitalah yang akan bicara.
Lalu, fungsi pikiran yang akan membuktikan sebuah prestasi. Kita tentu paham apa definisi prestasi. Termasuk 'hal kecil' saat kita puas dengan sebuah pencapaian: menanak nasi—adalah prestasi.
Perlu dicatat ya teman-teman, kita di sini saling berbagi ilmu, maka tidak ada guru atau murid. Kita sama. Hanya saja, izinkan saya yang berbagi sedikit pengalaman pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat^^
Bermula dari PRAKTIK, saya banyak belajar menulis. Meskipun menulis cenderung dengan sastra, saya hanya belajar dari membaca buku. Maka maafkan saya apabila tak tahu banyak perihal TEORI. Apalagi latar belakang pendidikan saya adalah Tarbiyah/Pendidikan.
Nah, saya mulai menulis sejak SMP. Pertama kali menulis non-fiksi yaitu artikel dan esai. Sampai pada kecintaan saya dengan fiksi mulai muncul ketika duduk di bangku kuliah tahun 2014. Lima tahun lalu hingga saat ini saya sudah menerbitkan satu buku puisi berjudul "Manahan Selepas Hujan" pada Mei 2018 lalu.
Tak hanya itu. Saya suka menulis sesuka hati. Beberapa artikel, opini, esai, puisi, bahkan resensi saya dimuat di berbagai media baik cetak maupun online. Saya bersyukur karena dengan membaca dan menulis membuat saya menjadi lebih hidup. Dalam artian menghidupkan pikiran saya untuk terus belajar dan mengetahui banyak hal dengan 'membaca apa saja'.
Dari menulis inilah, saya menjadi tertantang ketika harus dihadapkan dengan uji presentasi karya. Dulu saya orang yang pemalu. Tapi dengan menulis, saya mulai berani mengeluarkan kata-kata. Diksi itu semacam tulisan yang keluar entah darimana. Walaupun semuanya butuh proses yang panjang dan terjal. Itulah sebabnya mengapa saya juga memiliki beberapa prestasi di bidang baca puisi. Ya bermula dari ketakutan untuk bicara di depan banyak orang sedangkan tuntutan tanggung jawab presentasi karya harus dilakukan.
Dari menulis, tulisan saya dibaca. Dari menulis, saya mengenal banyak orang. Dari menulis, saya mulai berani berkata-kata. Dari menulis, saya sering berdiskusi. Dari menulis, saya belajar proses hidup. Bagaimana tidak? Perlahan kita akan belajar bahwa menulis itu ternyata memiliki fase. Awalnya kita merasa kagok dan kaku dalam menulis. Tapi lama kelamaan (diimbangi dengan membaca) kita akan lebih leluasa karena sebuah kebiasaan. Semua ketrampilan perlu diasah. Termasuk menulis. Maka nikmati. Tulis apa saja termasuk kebingungan akan menulis apa.
Jawaban pertanyaan
#1 Bagaimana caranya jika mengalami kekurangan ide dalam menulis fiksi contohnya cerpen, apa harus selalu punya pengalamn pribadi dulu baru dikembangkan menjadi fiksi ? (Imay)
Harus banyak referensi bacaan. Lagi-lagi, banyak membaca dan terus menulis. Selesaikan tulisan sebelum buat tulisan baru.
#2 Saya sejak smp juga sering skali ikut baca puisi dan itupun latihan sendiri, pastikan banyak kesalahan lha dari situ saya belajar terus akhirnya berkeinginan dengan menulis puisi sendiri, selain membaca langkah apa yg bisa dijadikan untuk melatih menulis agar terus terampil dalam mengembangkannya dan bagaimana untuk belajar menulis puisi dengan makna kata yang benar? (Lala Elita)
Puisi.
Menurut saya, puisi adalah karya sastra yang paling fleksibel. Kita leluasa menulis puisi tanpa terlalu banyak aturan.
Makna kata?
Ya, pemilihan diksi sangat berpengaruh. Tapi makna lebih sangat sangat penting daripada diksi yang indah tapi kehilangan makna. Jadi menulislah dengan kejujuran.
#3 Bagaimama cara mengukur kualitas tulisan/karya tulis kita? Langkah pertama kita harus kemana untuk bisa menilai hasil karya tulis kita? (Fitri Gustiani Awaliah)
Kita bandingkan dengan karya kita yang lalu, misalnya tulisan sudah disimpan beberapa tahun atau beberapa bulan lalu, terus hari ini kita menulis lagi. Mengukur kemampuan kita adalah ketika membaca ulang karya kita, kita merasa karya kita itu tidak ada apa-apanya, selalu kurang sempurna dan itu tidak pernah ada habisnya. Jadi ketika kita menulis, di situlah proses kita menulis. Kita selalu menganggap tulisan kita yang lalu belum bagus dan lebih bagus yang sekarang, itu artinya kita sedang mengalami peningkatan. Lebih berkualitas daripada yang lalu.
#4 Kasih trik kak menghindari kata yang tak perlu saat menulis. (Rifki)
Kita harus fokus kepada inti, apa yang ingin kita sampaikan ke pembaca.
#5
Isi pertanyaan: 1. Bagaimana cara kita memotivasi diri sendiri agar bisa mengembangkan bakat menulis?
2. Apakah ada faktor yang mempengaruhinya?
3. Hal pertama kali yang dilakukan sebelum kita ingin menjadi penulis yang handal?
(Ayu Sulma Ramadhania)
1. Motivikasi itu butuh Istiqomah dan konsisten.
2. Tentu ada faktor yang mempengaruhi. Salah satunya teman diskusi. Apakah itu diskusi secara langsung maupun secara online. Dan juga bertanya kepada yang lebih pakar, atau teman kita yang punya pengalaman dan paham agar dapat menjadi inspirasi.
3. Kita jangan pernah terpaut untuk menjadi penulis handal, kita ingin menjadi seperti Dwi Lestari, Ayu Utami, Wira Nagara, kita terlalu banyak berangan-angan tapi kita minim action. Kita nikmati proses kita sendiri. Jika kita sudah banyak karya, maka itu akan jalan dengan sendirinya tanpa kita cita-citakan, walaupun pencapaian orang berbeda. Jangan terlalu berangan tinggi sedangkan kita lupa kita berada dimana. Ibarat kita naik tangga, kita naiki satu persatu, kita nikmati.
#6 Bagaimana sih cara kita mendesain cerita kita agar cerita kita itu agar teman-teman kita tertarik membacanya dan apakah ada tips dari pengalaman kakak saat menulis novel itu sendiri? (Moh. Imam Amirudin)
Novel itu yang penting selesai intinya, tulisan apapun itu yang penting selesai. Se-briliant apapun tulisan itu jika tidak selesai ya sama saja, dia menjadi tulisan sampah. Seburuk apapun tulisan usahakan selesaikan. Ketika kita menulis novel yang narasinya lebih panjang, kita ikuti alurnya. Buat cerita itu agar tidak mudah ditebak. Belajar mengacak ide, dan harus lebih banyak membaca novel juga. Jangan menjadi tertutup, jika karya kalian ingin dibaca orang lain, maka kalian juga harus membaca karya orang lain.
#7 Beberapa teman saya mengganggap bahwa menulis itu suatu hal yang membosankan dan melelahkan, sehingga mereka cenderung malas untuk menulis. Menurut kakak bagaimana cara memotivasi diri untuk lebih giat dalam menulis sehingga dapat menjadi peluang untuk meraih prestasi? (Sri Maharani Oktapia)
Menulis itu sebenarnya tidak bisa dipaksa. Tapi kita bangkitkan keinginan dulu. Kita menggunakan akal pikiran untuk apa? Ya buat berpikir, buat ide, mengolah sesuatu yang sudah kita terima, kita tangkap, yang sudah kita makan istilahnya. Nah, buat apa kalau bukan untuk berpikir. Ketika kita sudah berpikir, maka kita memerlukan aplikasi, swbuah wadaha untuk membuktikan kita punya suatu pikiran, pikiran orang kan berbeda-beda. Makanya kita harus mengkualitaskan diri dengan mengembangkan akal pikiran. Kalau kita tidak menulis apalagi yang akan kita lakukan umtuk memberdayakan akal pikiran kita.
#8 Terkadang kan kita suka tidak yakin, dan masih ngerasa bahwa tulisan yang kita tulis kurang ngena,kurang bagus. Nah Bagaimana cara mengatasinya. Merubah tulisan atau bagaimana? (Ayu Latifah)
Sudah menulis berapa kali? Sekali, dua kali, atau puluhan kali. Penulis besar pun ribuan kali mereka punya tulisan sampah. Jadi tulisan sampah kadang perlu, keanyakan penulis itu punya tulisan sampah, bukan karena sengaja. Jadi, ketika kita merasa ada tulisan kita kurang bagus, kita tulis lagi. Ada yg harus diubah, ada yang harus kita selesaikan. Tulisan yang belum sempurna itu, ibarat sebuah lukisan. Agar lukisan itu terlihat indah, kita poles lagi agar jadi lukisan keren yang berkualitas, begitu juga dengan tulisan. Tapi jangan minder dengan tulisan yang tidak jadi, tulisan sampah. Teruslah menulis. Nikmati prosesnya.
#9 Kak saya udah ada niat nih ya buat nulis dan sekarang ini sudah smpai prolog tapi saya bingung buat ngelanjutinnya lagi. Bagaimana caranya buat selalu yakin dan gak nyerah karena bingung? (Sherlia Pinastika)
Ketika bingung itu pasti ada sesuatu yang kurang terhadap penulis, mungkin itu karena kurang baca. Jadi, ketika bingung saat menulis, maka sempatkan waktu untuk membaca.
#10 Kak gimana nih, kan kita sudah punya tulisan, tapi kita tidak tau harus dimuat dimana atau dalam media apa, jadi langkah awal apa yang harus dimulai untuk tulisan kita itu agar bisa di baca oleh orang lain? (Milka Astriani)
Solusinya ini, ikuti grup Fb "Sastra Minggu" di sana banyak memuat karya yang dimuat koran, entah itu media cetak atau online. Dan kalian harus mengerti dulu selera media, seperti Media Online, Berdirikari Book, di koran ada Solo Pos, Jawa Pos, atau Kompas. Jadi kalau kita tahu seleranyanya, kita bisa mencocokkan bahwa karya tulis kita itu cocoknya dimuat dimana. Jadi kalian harus pahami karakter tulisan dengan media yang memuat karya.
#Kesimpulan
Sebagaimana yang sudah saya jelaskan, ilmu apapun tidak akan diakui tanpa tulisan. Bahkan orang-orang besar pun meninggalkan tulisan yang berdampak besar pula bagi dunia.
"Semuanya akan berawal dari keberanian menuliskan cerita"
-Mutia Senja-
(Penulis, Pengasuh Sekolah Menulis Sragen)
Kenapa "Menulis, Satu Jalan Raih Prestasi" ?
Ada apa dengan menulis?
Saya di grup ini banyak sekali bahkan didominasi oleh pelajar dan mahasiswa. Keuntungan menulis di samping kepentingan akademis, barangkali menjadi satu pertanyaan yang masih membenak di kepala.
Saya hanya meyakini satu hal: bahwa dengan menulis, saya bicara. Dengan menulis, saya berpikir dan dengan menulis saya hidup.
Mengapa prestasi diraih (salah satunya jalannya) dengan menulis?
Baik, di sini kita akan diajak untuk berpikir tentang bagaimana keilmuan kita diakui tanpa menulis? Jurusan kedokteran butuh menulis, olahragawan butuh menulis, perupa butuh menulis, guru butuh menulis, terlebih sastrawan, budayawan, pasti butuh menulis. Agar apa? Diakui. Bahwa kita punya bukti pikir yang dapat dibaca banyak orang. Kita punya ide yang dapat memberikan inspirasi bagi khalayak. Kita dapat memberikan pengaruh bagi orang lain dengan tulisan-tulisan kita yang bisa jadi lisan kita tak lebih 'berani' dari apa yang kita tulis. Maka saya pernah menulis sebuah pesan, "menulislah sebelum lisanmu tak lagi 'berguna'. Maksudnya, kita telah menuliskan apa yang kita sebut prinsip/kebenaran dengan tulisan. Kelak ketika tidak sempat mulut kita berkata atau barangkali yang Pramudya katakan bahwa "menulis adalah bekerja untuk keabadian", tulisan-tulisan kitalah yang akan bicara.
Lalu, fungsi pikiran yang akan membuktikan sebuah prestasi. Kita tentu paham apa definisi prestasi. Termasuk 'hal kecil' saat kita puas dengan sebuah pencapaian: menanak nasi—adalah prestasi.
Perlu dicatat ya teman-teman, kita di sini saling berbagi ilmu, maka tidak ada guru atau murid. Kita sama. Hanya saja, izinkan saya yang berbagi sedikit pengalaman pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat^^
Bermula dari PRAKTIK, saya banyak belajar menulis. Meskipun menulis cenderung dengan sastra, saya hanya belajar dari membaca buku. Maka maafkan saya apabila tak tahu banyak perihal TEORI. Apalagi latar belakang pendidikan saya adalah Tarbiyah/Pendidikan.
Nah, saya mulai menulis sejak SMP. Pertama kali menulis non-fiksi yaitu artikel dan esai. Sampai pada kecintaan saya dengan fiksi mulai muncul ketika duduk di bangku kuliah tahun 2014. Lima tahun lalu hingga saat ini saya sudah menerbitkan satu buku puisi berjudul "Manahan Selepas Hujan" pada Mei 2018 lalu.
Tak hanya itu. Saya suka menulis sesuka hati. Beberapa artikel, opini, esai, puisi, bahkan resensi saya dimuat di berbagai media baik cetak maupun online. Saya bersyukur karena dengan membaca dan menulis membuat saya menjadi lebih hidup. Dalam artian menghidupkan pikiran saya untuk terus belajar dan mengetahui banyak hal dengan 'membaca apa saja'.
Dari menulis inilah, saya menjadi tertantang ketika harus dihadapkan dengan uji presentasi karya. Dulu saya orang yang pemalu. Tapi dengan menulis, saya mulai berani mengeluarkan kata-kata. Diksi itu semacam tulisan yang keluar entah darimana. Walaupun semuanya butuh proses yang panjang dan terjal. Itulah sebabnya mengapa saya juga memiliki beberapa prestasi di bidang baca puisi. Ya bermula dari ketakutan untuk bicara di depan banyak orang sedangkan tuntutan tanggung jawab presentasi karya harus dilakukan.
Dari menulis, tulisan saya dibaca. Dari menulis, saya mengenal banyak orang. Dari menulis, saya mulai berani berkata-kata. Dari menulis, saya sering berdiskusi. Dari menulis, saya belajar proses hidup. Bagaimana tidak? Perlahan kita akan belajar bahwa menulis itu ternyata memiliki fase. Awalnya kita merasa kagok dan kaku dalam menulis. Tapi lama kelamaan (diimbangi dengan membaca) kita akan lebih leluasa karena sebuah kebiasaan. Semua ketrampilan perlu diasah. Termasuk menulis. Maka nikmati. Tulis apa saja termasuk kebingungan akan menulis apa.
Jawaban pertanyaan
#1 Bagaimana caranya jika mengalami kekurangan ide dalam menulis fiksi contohnya cerpen, apa harus selalu punya pengalamn pribadi dulu baru dikembangkan menjadi fiksi ? (Imay)
Harus banyak referensi bacaan. Lagi-lagi, banyak membaca dan terus menulis. Selesaikan tulisan sebelum buat tulisan baru.
#2 Saya sejak smp juga sering skali ikut baca puisi dan itupun latihan sendiri, pastikan banyak kesalahan lha dari situ saya belajar terus akhirnya berkeinginan dengan menulis puisi sendiri, selain membaca langkah apa yg bisa dijadikan untuk melatih menulis agar terus terampil dalam mengembangkannya dan bagaimana untuk belajar menulis puisi dengan makna kata yang benar? (Lala Elita)
Puisi.
Menurut saya, puisi adalah karya sastra yang paling fleksibel. Kita leluasa menulis puisi tanpa terlalu banyak aturan.
Makna kata?
Ya, pemilihan diksi sangat berpengaruh. Tapi makna lebih sangat sangat penting daripada diksi yang indah tapi kehilangan makna. Jadi menulislah dengan kejujuran.
#3 Bagaimama cara mengukur kualitas tulisan/karya tulis kita? Langkah pertama kita harus kemana untuk bisa menilai hasil karya tulis kita? (Fitri Gustiani Awaliah)
Kita bandingkan dengan karya kita yang lalu, misalnya tulisan sudah disimpan beberapa tahun atau beberapa bulan lalu, terus hari ini kita menulis lagi. Mengukur kemampuan kita adalah ketika membaca ulang karya kita, kita merasa karya kita itu tidak ada apa-apanya, selalu kurang sempurna dan itu tidak pernah ada habisnya. Jadi ketika kita menulis, di situlah proses kita menulis. Kita selalu menganggap tulisan kita yang lalu belum bagus dan lebih bagus yang sekarang, itu artinya kita sedang mengalami peningkatan. Lebih berkualitas daripada yang lalu.
#4 Kasih trik kak menghindari kata yang tak perlu saat menulis. (Rifki)
Kita harus fokus kepada inti, apa yang ingin kita sampaikan ke pembaca.
#5
Isi pertanyaan: 1. Bagaimana cara kita memotivasi diri sendiri agar bisa mengembangkan bakat menulis?
2. Apakah ada faktor yang mempengaruhinya?
3. Hal pertama kali yang dilakukan sebelum kita ingin menjadi penulis yang handal?
(Ayu Sulma Ramadhania)
1. Motivikasi itu butuh Istiqomah dan konsisten.
2. Tentu ada faktor yang mempengaruhi. Salah satunya teman diskusi. Apakah itu diskusi secara langsung maupun secara online. Dan juga bertanya kepada yang lebih pakar, atau teman kita yang punya pengalaman dan paham agar dapat menjadi inspirasi.
3. Kita jangan pernah terpaut untuk menjadi penulis handal, kita ingin menjadi seperti Dwi Lestari, Ayu Utami, Wira Nagara, kita terlalu banyak berangan-angan tapi kita minim action. Kita nikmati proses kita sendiri. Jika kita sudah banyak karya, maka itu akan jalan dengan sendirinya tanpa kita cita-citakan, walaupun pencapaian orang berbeda. Jangan terlalu berangan tinggi sedangkan kita lupa kita berada dimana. Ibarat kita naik tangga, kita naiki satu persatu, kita nikmati.
#6 Bagaimana sih cara kita mendesain cerita kita agar cerita kita itu agar teman-teman kita tertarik membacanya dan apakah ada tips dari pengalaman kakak saat menulis novel itu sendiri? (Moh. Imam Amirudin)
Novel itu yang penting selesai intinya, tulisan apapun itu yang penting selesai. Se-briliant apapun tulisan itu jika tidak selesai ya sama saja, dia menjadi tulisan sampah. Seburuk apapun tulisan usahakan selesaikan. Ketika kita menulis novel yang narasinya lebih panjang, kita ikuti alurnya. Buat cerita itu agar tidak mudah ditebak. Belajar mengacak ide, dan harus lebih banyak membaca novel juga. Jangan menjadi tertutup, jika karya kalian ingin dibaca orang lain, maka kalian juga harus membaca karya orang lain.
#7 Beberapa teman saya mengganggap bahwa menulis itu suatu hal yang membosankan dan melelahkan, sehingga mereka cenderung malas untuk menulis. Menurut kakak bagaimana cara memotivasi diri untuk lebih giat dalam menulis sehingga dapat menjadi peluang untuk meraih prestasi? (Sri Maharani Oktapia)
Menulis itu sebenarnya tidak bisa dipaksa. Tapi kita bangkitkan keinginan dulu. Kita menggunakan akal pikiran untuk apa? Ya buat berpikir, buat ide, mengolah sesuatu yang sudah kita terima, kita tangkap, yang sudah kita makan istilahnya. Nah, buat apa kalau bukan untuk berpikir. Ketika kita sudah berpikir, maka kita memerlukan aplikasi, swbuah wadaha untuk membuktikan kita punya suatu pikiran, pikiran orang kan berbeda-beda. Makanya kita harus mengkualitaskan diri dengan mengembangkan akal pikiran. Kalau kita tidak menulis apalagi yang akan kita lakukan umtuk memberdayakan akal pikiran kita.
#8 Terkadang kan kita suka tidak yakin, dan masih ngerasa bahwa tulisan yang kita tulis kurang ngena,kurang bagus. Nah Bagaimana cara mengatasinya. Merubah tulisan atau bagaimana? (Ayu Latifah)
Sudah menulis berapa kali? Sekali, dua kali, atau puluhan kali. Penulis besar pun ribuan kali mereka punya tulisan sampah. Jadi tulisan sampah kadang perlu, keanyakan penulis itu punya tulisan sampah, bukan karena sengaja. Jadi, ketika kita merasa ada tulisan kita kurang bagus, kita tulis lagi. Ada yg harus diubah, ada yang harus kita selesaikan. Tulisan yang belum sempurna itu, ibarat sebuah lukisan. Agar lukisan itu terlihat indah, kita poles lagi agar jadi lukisan keren yang berkualitas, begitu juga dengan tulisan. Tapi jangan minder dengan tulisan yang tidak jadi, tulisan sampah. Teruslah menulis. Nikmati prosesnya.
#9 Kak saya udah ada niat nih ya buat nulis dan sekarang ini sudah smpai prolog tapi saya bingung buat ngelanjutinnya lagi. Bagaimana caranya buat selalu yakin dan gak nyerah karena bingung? (Sherlia Pinastika)
Ketika bingung itu pasti ada sesuatu yang kurang terhadap penulis, mungkin itu karena kurang baca. Jadi, ketika bingung saat menulis, maka sempatkan waktu untuk membaca.
#10 Kak gimana nih, kan kita sudah punya tulisan, tapi kita tidak tau harus dimuat dimana atau dalam media apa, jadi langkah awal apa yang harus dimulai untuk tulisan kita itu agar bisa di baca oleh orang lain? (Milka Astriani)
Solusinya ini, ikuti grup Fb "Sastra Minggu" di sana banyak memuat karya yang dimuat koran, entah itu media cetak atau online. Dan kalian harus mengerti dulu selera media, seperti Media Online, Berdirikari Book, di koran ada Solo Pos, Jawa Pos, atau Kompas. Jadi kalau kita tahu seleranyanya, kita bisa mencocokkan bahwa karya tulis kita itu cocoknya dimuat dimana. Jadi kalian harus pahami karakter tulisan dengan media yang memuat karya.
#Kesimpulan
Sebagaimana yang sudah saya jelaskan, ilmu apapun tidak akan diakui tanpa tulisan. Bahkan orang-orang besar pun meninggalkan tulisan yang berdampak besar pula bagi dunia.
"Semuanya akan berawal dari keberanian menuliskan cerita"
-Mutia Senja-
0 $type={blogger}:
Posting Komentar