Siang itu, dua orang sepupu kecil saya, Janice dan Elin, tengah asyik menikmati hari mereka. Elin yang baru berumur 1 tahun berjalan mondar-mandir. Mengamati Janice, sang kakak, yang sedang seru-serunya menonton film kartun sambil sesekali berjoget. Saat saya, ibu dan nenek mereka masuk, si kecil langsung menghambur. Meletakkan pantatnya di sebelah neneknya. Sang nenek kemudian mengupas rambutan yang ibu bawa. Memotongnya kecil-kecil dan menyuapkannya ke mulut si balita mungil. Elin duduk tak bergeming menikmati buah manis itu. Padahal biasanya ia begitu aktif berlarian kesana-kemari. Tak bisa duduk diam dalam waktu yang lama.
Sementara Janice yang berumur 3 tahun masih asyik dengan film kartunnya. Ia hanya sesekali menghampiri kami. Ditawari rambutan pun hanya menggeleng. Lantas kembali menggoyangkan tubuhnya di depan televisi. Elin yang kini sudah menghabiskan dua buah rambutan mulai menengkurapkan tubuhnya di lantai. Kami ajak ngobrol pun diam saja. Tak seperti biasanya. Ia malah terpekur mengamati ibu saya. Matanya tampak sayu. Ah, mungkin dia sudah mengantuk. Maklum saja, jam sudah menunjukkan pukul 11.30. Waktunya bagi anak-anak untuk tidur siang.
Tak lama kemudian, si sulung Jessica yang baru pulang bermain di rumah temannya berlari masuk ke dalam rumah dengan raut kesal. Ia
membisikkan sesuatu pada sang ibu. Kemudian ibunya menyahuti, "Ya mungkin dia bosen maen terus. Dulu Mama waktu kecil kalo maen setiap hari ya bosen." Hmm, sepertinya Sica, panggilan Jessica, tengah bertengkar dengan temannya. "Udah sana main lagi. Nggak papa." bujuk Mama Sica.
membisikkan sesuatu pada sang ibu. Kemudian ibunya menyahuti, "Ya mungkin dia bosen maen terus. Dulu Mama waktu kecil kalo maen setiap hari ya bosen." Hmm, sepertinya Sica, panggilan Jessica, tengah bertengkar dengan temannya. "Udah sana main lagi. Nggak papa." bujuk Mama Sica.
Pada saat itu, dari balik pintu muncul seorang gadis yang kira-kira berumur 6 tahun. Dia berdiri, terpaku ditempatnya, agak takut-takut. Melihat kedatangan Ai, teman bermain Sica, wanita muda itu berujar, "Itu loh dijemput sama Ai." Namun, Jessica tak lantas menghampiri Ai. Ia malah bersembunyi di balik tembok yang membatasi ruang tamu dan tempat penyimpanan barang. Wajahnya melongok dari balik dinding. Kedua mata kecilnya mengawasi Ai. "Sudah main lagi sama Ai," seru sang ibu berkacamata itu ketika melihat anak sulungnya belum berani berbaikan dengan teman mainnya. Mendengar kalimat bundanya, Sica pun melangkah pelan menghampiri Ai. Bocah cilik berambut pendek yang tadinya takut-takut itu akhirnya berjalan beriringan dengan Sica. Mereka keluar rumah dan kembali bermain bersama.
Hmm, dunia yang saya saksikan barusan benar-benar dunia yang lucu dan polos. Penuh kejujuran dan sama sekali tak dibuat-buat. Apa adanya. Kalaupun terjadi pertikaian didalamnya, sifatnya kecil dan hanya sementara. Selepasnya mereka kembali larut dalam dunianya. Bergembira dan tertawa setiap hari. Mungkin itulah bagusnya menjadi anak-anak.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar