Uang... Sebenarnya apa itu uang?
Alat pembayaran yang sah? Kertas dan logam yang memiliki nominal? Atau apa? Uang,
rasanya bukan lagi sekedar kertas dan logam yang memiliki nominal dan digunakan
sebagai alat pembayaran. Namun, apakah ia sudah bertransformasi menjadi sesuatu
yang amat dipuja dan disembah layaknya Tuhan? Apakah kemudian uang sendiri
telah dianggap Tuhan, yang tanpanya manusia takkan bisa hidup? Ah, betapa
tidak! Mendapati dua kisah dibawah ini rasanya cukup menjadi bukti akan adanya
orang-orang yang mencari cara untuk bisa mengeruk rupiah. Meski cara itu dapat
dikatakan mendzalimi orang.
Beberapa tahun lalu, seorang sahabat pernah bertutur tentang hal ini.
Dia, yang adalah seorang model, merasa dirampas haknya. Ceritanya, ia ingin
mengcopy foto dirinya dalam balutan busana cantik dari kamera sang fotografer
yang sudah dibayar oleh majalah tempatnya bekerja. Namun teman saya hanya bisa
mendapatkan fotonya
dengan membayar sebesar 100ribu rupiah, kalau saya tidak salah ingat, untuk mengcopy satu foto. Katanya sih, itu kan hasil jepretannya si fotografer dan hak ciptanya ada di tangannya, jadi si model harus membayar kalau mau dapetin foto dirinya. Ck, ck, ck! Untuk mendapatkan haknya, ia harus membayar?
dengan membayar sebesar 100ribu rupiah, kalau saya tidak salah ingat, untuk mengcopy satu foto. Katanya sih, itu kan hasil jepretannya si fotografer dan hak ciptanya ada di tangannya, jadi si model harus membayar kalau mau dapetin foto dirinya. Ck, ck, ck! Untuk mendapatkan haknya, ia harus membayar?
Kemudian beberapa waktu lalu, saya pun mendapati kejadian serupa. Saudara
saya yang mempunyai sebuah rumah yang disewakan, tiba-tiba harus menghadapi
kejadian yang membuatnya mengelus dada. Katanya, rumah yang ia sewakan pada
seseorang sudah tak lagi ditempati orang itu. Penyewa sudah pindah setelah
setahun menempati rumah itu. Tanpa memberitahu sang pemilik rumah. Uang sewa
rumah selama dua tahun memang sudah dibayarkan. Tapi kemudian penyewa tersebut
menyewakan rumah yang jelas-jelas bukan rumahnya pada orang lain. Pun menarik
biaya sewa hampir dua kali lipat dari harga semula. Benar-benar!
Dan yang lebih membuat saudara saya geleng-geleng kepala adalah ketika
terjadi konspirasi antara seorang pria (orang tua penyewa), seorang satpam
perumahan dan dua orang satpam pabrik yang jelas-jelas tak ada hubungannya
dengan hal ini. Mereka berempat ‘menyetir’ sang pemilik rumah dengan mengatakan
ingin menaikkan harga sewa rumah tersebut dua kali lipat dari harga semula.
Hellooow, sebenarnya siapa sih yang punya rumah, Anda? Harga rumah tersebut
dinaikkan dengan syarat pemilik harus memberikan 12,5% dari uang sewa yang
dibayarkan penyewa kepada mereka (orang tua penyewa dan para satpam). Katanya
sih, untuk komisi para satpam yang sudah mencarikan penyewa baru untuk mendiami
rumah mereka. Padahal yang mencari kan penyewa lama. Jika pemilik rumah
keberatan, maka satpam tak akan mempromosikan rumah mereka dan mencarikan rumah
lain untuk penyewa baru tersebut. Setelah mengatakan hal tersebut pada sang pemilik
rumah, mereka berempat meminta maaf. Mungkin merasa bersalah.
Uang itu sejatinya bukan Tuhan. Tapi kenapa faktanya seperti dua kejadian
di atas? So, what do you think?
0 $type={blogger}:
Posting Komentar