Apa sih pentingnya bikin peta keluarga?
Oleh: Bunda Euis Kurniawati
1. Biar ada bayangan keluarga kita mau dibawa kemana. Dengan cara apa. Kapan berangkatnya dan kapan mesti sampai.
Misal saat bicara output, jika kita tidak menuliskan apa yg ingin kita capai pada anak usia aqil baligh, lalu bagaimana kita bisa mengikhtiarkannya? Kalaupun diikhtiarkan mungkin seadanya, seingatnya.
Misal di point survive yg tercantum dalam peta keluarga kami.
Salah satu indikator keluarga kami adalah mandiri. Maka kami sudah ada bayangan mandiri seperti apa yg harus anak2 punya di usia 15th. Kapan kami mulai melatihkan mandiri a, mandiri b, mandiri c.
Mencreate lingkungan agar proses tsb bs berjalan. Tdk menggegas apabila memang belum saatnya.
2. Pentingnya punya peta keluarga bisa meminimalisir baper lho. Baca status facebook tentang capaian anak org lain yg gak sama dg anak kita, dada sudah bergemuruh. Melihat ortu lain bercerita tentang anaknya bisa xyz, kita galau.
Insyaallah ini tdk akan terjadi kalau kita sdh punya track. Mau kemana, kapan, naek apa.
Misal peta keluarga kami ada point Allah Bangga.
Salah satu indikator di klrg kami yaitu anak ibadahnya benar.
Maka tergambar untuk kami usia berapa ia mulai ditumbuhkan cinta beribadah. Mulai usia brp ia diperkenalkan pd syariat ibadah. Usia brp rukun2 ibadah mulai diperkenalkan dan dikawal ketat. Ibadah yang mana dulu yang harus diperkenalkan sebelum ibadah lainnya.
Kapan harus mengkawal tauhid rubbubiyatullah, tauhid mulkiyatullah dan tauhid uluhiyatullah.
Kalau bahasa umumnya, peta keluarga itu ibarat "proposal"
Masak anak karang taruna aja bikin proposal kegiatan buat acara 17an, yg notabene cuma sebulan. Tapi kita yg bertahun2 berumah tangga tdk punya "proposal" ?
Masak osis aja bikin proposal kegiatan padahal pertanggungajawabannya mungkin hanya intern sekolah, sedang kita yg pertanggungjawabannya dunia akhirat tdk serius membuat "proposal" juga?
3. Fungsi peta keluarga salah satunya juga buat sarana evaluasi atau feed back. Dulu kita berangkat dari mana, sekarang di titik mana, tersisa berapa lama lagi waktu kita untuk mengikhtiarkannya. Apakah kita on track sesuai jalur? Atau off track? Kalau memang off track, langkah apa yang harus diambil?
4. Dengan peta keluarga ini akhirnya kita bisa menentukan juga, mana ranah yang harus ortu handle sendiri. Mana juga yang bisa bermitra dengan lainnya (misal sekolah atau komunitas).
Jadi tetap gak bisa ortu hanya berpangku tangan meski ananda sudah berada di sekolah terbaik dan termahal sekalipun. Sinergi ortu dan mitra itu wajib. Ibaratnya ortu itu pemilik proyek, sedang mitra adalah vendornya.
Maka kalau sudah punya blueprint, kita jadi selektif memilih mitra. Mana yang sesuai dengan kebutuhan keluarga kita. Kalau sesuai ayo jalan bareng saling support. Jika tidak sesuai value dan kebutuhan, bisa kita tinggalkan untuk beralih ke pilihan lainnya.
Jadi, bagaimana? Sudah punya peta keluarga? Sudah bikin kurikulum untuk ananda dirumah?
Oleh: Bunda Euis Kurniawati
1. Biar ada bayangan keluarga kita mau dibawa kemana. Dengan cara apa. Kapan berangkatnya dan kapan mesti sampai.
Misal saat bicara output, jika kita tidak menuliskan apa yg ingin kita capai pada anak usia aqil baligh, lalu bagaimana kita bisa mengikhtiarkannya? Kalaupun diikhtiarkan mungkin seadanya, seingatnya.
Misal di point survive yg tercantum dalam peta keluarga kami.
Salah satu indikator keluarga kami adalah mandiri. Maka kami sudah ada bayangan mandiri seperti apa yg harus anak2 punya di usia 15th. Kapan kami mulai melatihkan mandiri a, mandiri b, mandiri c.
Mencreate lingkungan agar proses tsb bs berjalan. Tdk menggegas apabila memang belum saatnya.
2. Pentingnya punya peta keluarga bisa meminimalisir baper lho. Baca status facebook tentang capaian anak org lain yg gak sama dg anak kita, dada sudah bergemuruh. Melihat ortu lain bercerita tentang anaknya bisa xyz, kita galau.
Insyaallah ini tdk akan terjadi kalau kita sdh punya track. Mau kemana, kapan, naek apa.
Misal peta keluarga kami ada point Allah Bangga.
Salah satu indikator di klrg kami yaitu anak ibadahnya benar.
Maka tergambar untuk kami usia berapa ia mulai ditumbuhkan cinta beribadah. Mulai usia brp ia diperkenalkan pd syariat ibadah. Usia brp rukun2 ibadah mulai diperkenalkan dan dikawal ketat. Ibadah yang mana dulu yang harus diperkenalkan sebelum ibadah lainnya.
Kapan harus mengkawal tauhid rubbubiyatullah, tauhid mulkiyatullah dan tauhid uluhiyatullah.
Kalau bahasa umumnya, peta keluarga itu ibarat "proposal"
Masak anak karang taruna aja bikin proposal kegiatan buat acara 17an, yg notabene cuma sebulan. Tapi kita yg bertahun2 berumah tangga tdk punya "proposal" ?
Masak osis aja bikin proposal kegiatan padahal pertanggungajawabannya mungkin hanya intern sekolah, sedang kita yg pertanggungjawabannya dunia akhirat tdk serius membuat "proposal" juga?
3. Fungsi peta keluarga salah satunya juga buat sarana evaluasi atau feed back. Dulu kita berangkat dari mana, sekarang di titik mana, tersisa berapa lama lagi waktu kita untuk mengikhtiarkannya. Apakah kita on track sesuai jalur? Atau off track? Kalau memang off track, langkah apa yang harus diambil?
4. Dengan peta keluarga ini akhirnya kita bisa menentukan juga, mana ranah yang harus ortu handle sendiri. Mana juga yang bisa bermitra dengan lainnya (misal sekolah atau komunitas).
Jadi tetap gak bisa ortu hanya berpangku tangan meski ananda sudah berada di sekolah terbaik dan termahal sekalipun. Sinergi ortu dan mitra itu wajib. Ibaratnya ortu itu pemilik proyek, sedang mitra adalah vendornya.
Maka kalau sudah punya blueprint, kita jadi selektif memilih mitra. Mana yang sesuai dengan kebutuhan keluarga kita. Kalau sesuai ayo jalan bareng saling support. Jika tidak sesuai value dan kebutuhan, bisa kita tinggalkan untuk beralih ke pilihan lainnya.
Jadi, bagaimana? Sudah punya peta keluarga? Sudah bikin kurikulum untuk ananda dirumah?
0 $type={blogger}:
Posting Komentar