Seorang murid saya yang beranjak remaja tiba-tiba curhat tentang cinta. Dia bertanya bagaimana proses ta'aruf saya dengan ayahnya si kecil. Pemuda tanggung ini memang sedang galau. Pasalnya, dia naksir seorang perempuan yang kini menimba ilmu di luar kota. Perasaan itu sudah dipendamnya sejak beberapa tahun lalu. Namun, dia biasanya hanya menanyakan kabar si gadis lewat pesan WA.
Saat perempuan yang ditaksirnya pulang, ia kegirangan. Tapi ketika si gadis kembali ke tempatnya menimba ilmu, ia kelimpungan. Ah, saya tahu rasanya seperti apa. Jatuh cinta memang membuat hati gundah gulana. Yang saya salut, murid saya ini mau mendengar masukan dari saya dan menjalankannya. Meski batinnya terkadang ingin mengikuti rasa cintanya.
Remaja ini bertanya tentang bagaimana islam mengatur hubungan dengan lawan jenis. Pacaran itu diperbolehkan, tentunya setelah menikah. Sebelum menikah, islam mengajarkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Seperti kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah yang sukses menjaga perasaan dan baru mengutarakan cinta mereka setelah menikah.
Lebih lanjut, ada batasan pergaulan yang hendaknya tidak ditawar. Keduanya berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Sebab, saat ini justru semakin banyak perempuan yang getol mendekati laki-laki incarannya. Saya jadi teringat kisah curhatan murid SMP saya beberapa tahun silam. SMP islam yang juga pondok tempat saya mengajar kala itu memang mengatur hubungan antar santri laki-laki dan perempuan. Namun seorang murid laki-laki kelas 7 kala itu bercerita pada saya kalau ia baru saja mendapat surat dan kado dari teman perempuannya. Pemuda jangkung itu menunjukkan apa yang didapatnya pada saya. Ah, anak-anak memang pintar mencari celah. Si gadis yang lebih dulu menyatakan cinta. Murid laki-laki saya malah bingung dan meminta saran akan apa yang harus dilakukannya.
Role model sinetron percintaan di televisi mengenai perempuan yang menyatakan cinta duluan menjadi biang keladinya. Hal itu sah-sah saja, jika memang siap menikah. Tentunya juga dilakukan dengan cara yang mulia. Seperti halnya bunda Khadijah yang melamar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wanita ini mulia karena pandai menjaga harga dirinya. Jika tujuannya hanya untuk pacaran, lebih baik simpan saja perasaan itu. Berat? Memang! Sebab harga surga itu mahal. Dan pacaran setelah menikah akan terasa berkali lipat indahnya. So, buat jomblo-ers yang masih pada galau. Udah SAH-in aja, daripada bikin reSAH.
Saat perempuan yang ditaksirnya pulang, ia kegirangan. Tapi ketika si gadis kembali ke tempatnya menimba ilmu, ia kelimpungan. Ah, saya tahu rasanya seperti apa. Jatuh cinta memang membuat hati gundah gulana. Yang saya salut, murid saya ini mau mendengar masukan dari saya dan menjalankannya. Meski batinnya terkadang ingin mengikuti rasa cintanya.
Remaja ini bertanya tentang bagaimana islam mengatur hubungan dengan lawan jenis. Pacaran itu diperbolehkan, tentunya setelah menikah. Sebelum menikah, islam mengajarkan untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Seperti kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah yang sukses menjaga perasaan dan baru mengutarakan cinta mereka setelah menikah.
Lebih lanjut, ada batasan pergaulan yang hendaknya tidak ditawar. Keduanya berlaku bagi laki-laki dan perempuan. Sebab, saat ini justru semakin banyak perempuan yang getol mendekati laki-laki incarannya. Saya jadi teringat kisah curhatan murid SMP saya beberapa tahun silam. SMP islam yang juga pondok tempat saya mengajar kala itu memang mengatur hubungan antar santri laki-laki dan perempuan. Namun seorang murid laki-laki kelas 7 kala itu bercerita pada saya kalau ia baru saja mendapat surat dan kado dari teman perempuannya. Pemuda jangkung itu menunjukkan apa yang didapatnya pada saya. Ah, anak-anak memang pintar mencari celah. Si gadis yang lebih dulu menyatakan cinta. Murid laki-laki saya malah bingung dan meminta saran akan apa yang harus dilakukannya.
Role model sinetron percintaan di televisi mengenai perempuan yang menyatakan cinta duluan menjadi biang keladinya. Hal itu sah-sah saja, jika memang siap menikah. Tentunya juga dilakukan dengan cara yang mulia. Seperti halnya bunda Khadijah yang melamar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Wanita ini mulia karena pandai menjaga harga dirinya. Jika tujuannya hanya untuk pacaran, lebih baik simpan saja perasaan itu. Berat? Memang! Sebab harga surga itu mahal. Dan pacaran setelah menikah akan terasa berkali lipat indahnya. So, buat jomblo-ers yang masih pada galau. Udah SAH-in aja, daripada bikin reSAH.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar