Oleh: Sri Wulandari
(Pemateri kulwap/semol dalam genre cinta literasi)
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut: a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari 1). Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari 2). Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun.
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.
(Saifudin Abdul Bahri. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal. Jakarta: YBP_SP. 2002.)
Dari uraian di atas, kita sepakat yah, membatasi bahasan bayi dengan rentang usia 0-12 bulan.
Pertanyaan pertama, mengapa bayi mesti dikenalkan dengan buku?
Jawaban yang paling utama adalah untuk memupuk minat bayi pada ilmu.
Ilmu kan bisa didapat di mana saja, kapan saja dan darimana saja, kenapa harus buku?
Jawabnya: karena buku adalah sumber ilmu yang pertama.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa harus sejak bayi? Bukankah anak-anak, termasuk bayi, tugas utamanya adalah bermain?
Yup, bener, tugas utama anak-anak adalah bermain. Pun bayi.
Namun dunia literasi bukanlah dunia yang bisa dijelajahi dengan instan. Butuh stimulasi-stimulasi sedini mungkin. Yang berarti sejak bayi.
Buku. Bahkan orang dewasa, seusia ayah dan bunda, masih banyak yang enggan berinteraksi dengan buku. Mengapa? Kalau dirunut, awal mulanya keengganan itu berasal dari masa ketika ayah bunda masih kecil. Waktu bayi dan batita, jauh dari buku. Ketika balita, mulai mengenal huruf dari TK atau bimbel yang mengajarkan calistung. Usia SD lanjut berinteraksi dengan buku pelajaran. Gabuungkan buku pelajaran dengan tehnik guru mengajarkan isinya, komplit sudah. Buku menjadi momok. Membosankan, tidak menarik dan sejenisnya. Bahkan ada lhoh, orang dewasa yang ga bisa baca novel. Alasannya ngantuk.
Padahal, jika dikenalkan dengan pendekatan yang tepat, buku apapun jadi terasa menarik. Pun buku pelajaran. Apalagi metode pengajaran anak sekolah saat ini menggunakan tematik. Konsep literasi masuk di dalamnya. Membuka peluang untuk lebih mencerdaskan anak bangsa.
Nah, pendekatan yang tepat itu seperti apa?
Berikut langkah-langkah untuk mengenalkan bayi pada buku
1. sediakan sarana buku yang cocok untuk bayi.
Ini penting. Tanpa sarana, bagaimana cara aybun mengenalkan buku pada bayi? Saat ini sudah banyak tersedia di toko-toko buku, buku-buku yang memang diterbitkan untuk para bayi.
Umumnya jenisnya:
- berupa buku bantal. Bahannya dari busa tipis, dilapisi dengan kain yang lembut. Tulisan sedikit. Gambar terlihat eye cacthing. Bisa dicuci.
- berupa board book. Bukunya per lembarnya tebal, terdiri dari kertas2 yang tebal. Meski tebal, bukunya masih ringan. Tulisan sedikit. Gambar terlihat eye cacthing. Biasanya dilapisi dengan laminasi doff, jadi jika kena noda, bisa di bersihkan dengan mudah.
Buku-buku untuk bayi ini rata-rata ukurannya kecil. Beberapa buku dilengkapi dengan mainan. Misal, kalau ditekan bisa bunyi, atau sarana stimulasi buka tutup (didalam bukunya, ada kejutan gambar yang berbeda jika dibuka)
2. letakkan buku pada tempat-tempat dimana bayi biasa beraktifitas.
Kamar tidur, ruang tamu ataupun dapur.
Tujuannya agar bayi senantiasa melihat buku dan mudah jika ingin meraihnya. Semakin sering melihat buku, bayi akan semakin familiar dengan bentuk buku, semakin hapal dengan rupa buku dan semakin merasa nyaman jika berinteraksi dengan buku.
3. sediakan waktu untuk menemani bayi beraktivitas dengan buku.
Bisa dikatakan bahwa ini yang paling utama. Keterlibatan ayah bunda dalam membersamai bayi melakukan aktivitas, akan diingat oleh bayi sebagai kegiatan yang menyenangkan. Rasa senang ini kelak akan bermutasi menjadi ‘cerdas literasi’.
Setiap hari, minimal 5 menit deh sehari, bacakan buku untuk bayi. Pangku atau timang bayi, dan bacakan padanya dengan suara yang lembut (masa neonatal) atau suara penuh ekspresi (masa pasca neonatal)
4. berikan teladan
Setiap hari juga, ayah bunda pasang aksi membaca buku sendiri dalam hati di hadapan bayi. Lebih bagus lagi jika tidak hanya sekadar aksi. Jika ayah bunda termasuk orang yang menyukai kegiatan literasi, insyaAllah pada sesi ini tidak ada masalah. Karena ototmatis ayah dan bunda mempunyai alokasi waktu untuk diri sendiri membaca buku yang disukai.
Awal mula bayi berinteraksi dengan buku, bisa jadi ia cuek bebek. Ga ada respon sama sekali. Its oke. Jangan panik hanya karena itu. Justru jika bayi fast respon, ayah bunda boleh cemas sedikit, dan berpikir, apakah bayiku adalah bayi jenius?
Berhadapan dengan bayi, kudu inget sama rumus rentang waktu konsentrasi balita. Minimal adalah 1 menit kali usianya. Berhubung usia bayi adalah 0, maka 1 menit kali 0, sama dengan 0. Kebayang kan ya?
Selanjutnya, saya akan bahas tentang konsep pengasuhan keluarga.
Apa ada bubungannya dengan pengenalan buku pada bayi?
Ada. Bahkan ini jadi penting sekali untuk diperhatikan.
Kilas balik sebentar yah…
Kita sepakat kan bahwa buku adalah sumber ilmu.
Namun, harus dipahami bahwa, tidak semua buku, mengandung ilmu-ilmu yang baik.
Nah, dalam memilih buku untuk dikonsumsi bayi, ayah bunda mesti mempertimbangkan konsep pengasuhan keluarga.
Contoh: ayah bunda telah sepakat untuk melakukan pengasuhan berbasis siroh, maka, buku-buku yang dikenalkan pada bayi, sebaiknya buku-buku yang isinya menunjang siroh. Atau ayah bunda sepakat untuk mengajarkan kemandirian berbasis akhlak islami, maka, buku-buku yang dipilih adalah buku-buku yang berisi tentang kemandirian anak muslim.
Jadi ayah bunda, berhati-hatilah dalam mengenalkan buku pada bayi, karena ide-ide dalam buku, cepat terserap dalam ingatan bayi.
Sesi tanya jawab:
1. Lidya: Mbak,mau nanya ttg kulwap malam ini.. kalo usia anak udh lewat 12 bulan,masih bisa ga membiasakan kebiasaan membaca buku?
jawab:
bisa, insyaAllah. mulai dari usia berapapun, bisa asal niat dan ikhtiarnya kuat. meskipun semakin besar anak, akan semakin sulit untuk stimulasi awal.
ada kasus seorang ibu, yang ingin anaknya mau belajar dan berhenti main gawai. usia anak itu 11 tahun, kelas 6 sd. ibunya jengkel, karena alih2 serius belajar untuk menghadapi UN, sang anak malah IG an melulu sama teman2nya. ini kasus pelik. dan bisa dikatakan terlambat untuk disadari. sang ibu masih tidak tahu konsep literasi dan tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi sama anaknya, sedangkan sang anak sudah ilfil duluan sama orangtuanya. sekedar bilang iya, agar ibunya ga marah-marah.
2. Diah: Assalamualaikum mbak... Saya ibu 1 anak yg berumur 10 bulan.
Saya sudh coba mengenalkan bacaan utk bayi saya.
Tp bayi saya selalu menggigit buku
Ke harus bagaimana ya ummi?
jawab:
waalaikumussalam. MasyaAllah, lagi lucu-lucunya yaaahhh 😍😍
yup, bayi segitu emang lagi senengnya 'ngemplok' segalanya. ada bayi tetangga yang suka banget sama jempol kaki saya 🤦♀
ga pa pa bun, biarkan saja. itulah kenapa buku2 untuk bayi harganya mahal. buku2 itu didesain aman jika: dimakan, dilempar, diinjek, bahkan diompolin. 😂😂😂
dengan mengunyah buku, ia sedang bereksplorasi. ia sedang menjelajahi. ia sedang mengenali. justru jika ia tidak ngunyah buku, bunda perlu 'agak khawatir' mengenai rasa ingin tahunya
3. Irma: Mbk mau nanya nih..
Klo anak nya gak mau baca buku bagaimna??
Usia 9 tahun
jawab:
ada beberapa tips yang bisa dicoba:
1. ajak ia ke toko buku, biarkan ia memilih buku mana yang ingin ia baca
2. lihat jenis buku yg dipilihnya, apakah berupa novel atau komik atau apa. nanti akan ketahuan jenis buku apa yang disukai
3. kasih project anak setiap minggu atau bulan: baca 1 buku, bikin resume, lalu beri gift jika project berjalan. jika tidak berjalan, bisa dihukum dengan mengurangi hak. sebelumnya bicarakan dulu kesepakatan ini baik2 dengan anak.
4. Irma: Trs yg usia 2 th supaya senang dengan buku bagaimnaa juga??
jawab:
sediakan waktu setiap hari minimal 10 menit, bacakan buku untuk anak. Dibacakan yah, bukan menyuruh anak membaca. waktu yang paling efektf adalah sebelum dan atau sesudah tidur, baik siang maupun malam.
(Pemateri kulwap/semol dalam genre cinta literasi)
Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut: a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari 1). Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari 2). Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun.
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.
(Saifudin Abdul Bahri. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal. Jakarta: YBP_SP. 2002.)
Dari uraian di atas, kita sepakat yah, membatasi bahasan bayi dengan rentang usia 0-12 bulan.
Pertanyaan pertama, mengapa bayi mesti dikenalkan dengan buku?
Jawaban yang paling utama adalah untuk memupuk minat bayi pada ilmu.
Ilmu kan bisa didapat di mana saja, kapan saja dan darimana saja, kenapa harus buku?
Jawabnya: karena buku adalah sumber ilmu yang pertama.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa harus sejak bayi? Bukankah anak-anak, termasuk bayi, tugas utamanya adalah bermain?
Yup, bener, tugas utama anak-anak adalah bermain. Pun bayi.
Namun dunia literasi bukanlah dunia yang bisa dijelajahi dengan instan. Butuh stimulasi-stimulasi sedini mungkin. Yang berarti sejak bayi.
Buku. Bahkan orang dewasa, seusia ayah dan bunda, masih banyak yang enggan berinteraksi dengan buku. Mengapa? Kalau dirunut, awal mulanya keengganan itu berasal dari masa ketika ayah bunda masih kecil. Waktu bayi dan batita, jauh dari buku. Ketika balita, mulai mengenal huruf dari TK atau bimbel yang mengajarkan calistung. Usia SD lanjut berinteraksi dengan buku pelajaran. Gabuungkan buku pelajaran dengan tehnik guru mengajarkan isinya, komplit sudah. Buku menjadi momok. Membosankan, tidak menarik dan sejenisnya. Bahkan ada lhoh, orang dewasa yang ga bisa baca novel. Alasannya ngantuk.
Padahal, jika dikenalkan dengan pendekatan yang tepat, buku apapun jadi terasa menarik. Pun buku pelajaran. Apalagi metode pengajaran anak sekolah saat ini menggunakan tematik. Konsep literasi masuk di dalamnya. Membuka peluang untuk lebih mencerdaskan anak bangsa.
Nah, pendekatan yang tepat itu seperti apa?
Berikut langkah-langkah untuk mengenalkan bayi pada buku
1. sediakan sarana buku yang cocok untuk bayi.
Ini penting. Tanpa sarana, bagaimana cara aybun mengenalkan buku pada bayi? Saat ini sudah banyak tersedia di toko-toko buku, buku-buku yang memang diterbitkan untuk para bayi.
Umumnya jenisnya:
- berupa buku bantal. Bahannya dari busa tipis, dilapisi dengan kain yang lembut. Tulisan sedikit. Gambar terlihat eye cacthing. Bisa dicuci.
- berupa board book. Bukunya per lembarnya tebal, terdiri dari kertas2 yang tebal. Meski tebal, bukunya masih ringan. Tulisan sedikit. Gambar terlihat eye cacthing. Biasanya dilapisi dengan laminasi doff, jadi jika kena noda, bisa di bersihkan dengan mudah.
Buku-buku untuk bayi ini rata-rata ukurannya kecil. Beberapa buku dilengkapi dengan mainan. Misal, kalau ditekan bisa bunyi, atau sarana stimulasi buka tutup (didalam bukunya, ada kejutan gambar yang berbeda jika dibuka)
2. letakkan buku pada tempat-tempat dimana bayi biasa beraktifitas.
Kamar tidur, ruang tamu ataupun dapur.
Tujuannya agar bayi senantiasa melihat buku dan mudah jika ingin meraihnya. Semakin sering melihat buku, bayi akan semakin familiar dengan bentuk buku, semakin hapal dengan rupa buku dan semakin merasa nyaman jika berinteraksi dengan buku.
3. sediakan waktu untuk menemani bayi beraktivitas dengan buku.
Bisa dikatakan bahwa ini yang paling utama. Keterlibatan ayah bunda dalam membersamai bayi melakukan aktivitas, akan diingat oleh bayi sebagai kegiatan yang menyenangkan. Rasa senang ini kelak akan bermutasi menjadi ‘cerdas literasi’.
Setiap hari, minimal 5 menit deh sehari, bacakan buku untuk bayi. Pangku atau timang bayi, dan bacakan padanya dengan suara yang lembut (masa neonatal) atau suara penuh ekspresi (masa pasca neonatal)
4. berikan teladan
Setiap hari juga, ayah bunda pasang aksi membaca buku sendiri dalam hati di hadapan bayi. Lebih bagus lagi jika tidak hanya sekadar aksi. Jika ayah bunda termasuk orang yang menyukai kegiatan literasi, insyaAllah pada sesi ini tidak ada masalah. Karena ototmatis ayah dan bunda mempunyai alokasi waktu untuk diri sendiri membaca buku yang disukai.
Awal mula bayi berinteraksi dengan buku, bisa jadi ia cuek bebek. Ga ada respon sama sekali. Its oke. Jangan panik hanya karena itu. Justru jika bayi fast respon, ayah bunda boleh cemas sedikit, dan berpikir, apakah bayiku adalah bayi jenius?
Berhadapan dengan bayi, kudu inget sama rumus rentang waktu konsentrasi balita. Minimal adalah 1 menit kali usianya. Berhubung usia bayi adalah 0, maka 1 menit kali 0, sama dengan 0. Kebayang kan ya?
Selanjutnya, saya akan bahas tentang konsep pengasuhan keluarga.
Apa ada bubungannya dengan pengenalan buku pada bayi?
Ada. Bahkan ini jadi penting sekali untuk diperhatikan.
Kilas balik sebentar yah…
Kita sepakat kan bahwa buku adalah sumber ilmu.
Namun, harus dipahami bahwa, tidak semua buku, mengandung ilmu-ilmu yang baik.
Nah, dalam memilih buku untuk dikonsumsi bayi, ayah bunda mesti mempertimbangkan konsep pengasuhan keluarga.
Contoh: ayah bunda telah sepakat untuk melakukan pengasuhan berbasis siroh, maka, buku-buku yang dikenalkan pada bayi, sebaiknya buku-buku yang isinya menunjang siroh. Atau ayah bunda sepakat untuk mengajarkan kemandirian berbasis akhlak islami, maka, buku-buku yang dipilih adalah buku-buku yang berisi tentang kemandirian anak muslim.
Jadi ayah bunda, berhati-hatilah dalam mengenalkan buku pada bayi, karena ide-ide dalam buku, cepat terserap dalam ingatan bayi.
Sesi tanya jawab:
1. Lidya: Mbak,mau nanya ttg kulwap malam ini.. kalo usia anak udh lewat 12 bulan,masih bisa ga membiasakan kebiasaan membaca buku?
jawab:
bisa, insyaAllah. mulai dari usia berapapun, bisa asal niat dan ikhtiarnya kuat. meskipun semakin besar anak, akan semakin sulit untuk stimulasi awal.
ada kasus seorang ibu, yang ingin anaknya mau belajar dan berhenti main gawai. usia anak itu 11 tahun, kelas 6 sd. ibunya jengkel, karena alih2 serius belajar untuk menghadapi UN, sang anak malah IG an melulu sama teman2nya. ini kasus pelik. dan bisa dikatakan terlambat untuk disadari. sang ibu masih tidak tahu konsep literasi dan tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi sama anaknya, sedangkan sang anak sudah ilfil duluan sama orangtuanya. sekedar bilang iya, agar ibunya ga marah-marah.
2. Diah: Assalamualaikum mbak... Saya ibu 1 anak yg berumur 10 bulan.
Saya sudh coba mengenalkan bacaan utk bayi saya.
Tp bayi saya selalu menggigit buku
Ke harus bagaimana ya ummi?
jawab:
waalaikumussalam. MasyaAllah, lagi lucu-lucunya yaaahhh 😍😍
yup, bayi segitu emang lagi senengnya 'ngemplok' segalanya. ada bayi tetangga yang suka banget sama jempol kaki saya 🤦♀
ga pa pa bun, biarkan saja. itulah kenapa buku2 untuk bayi harganya mahal. buku2 itu didesain aman jika: dimakan, dilempar, diinjek, bahkan diompolin. 😂😂😂
dengan mengunyah buku, ia sedang bereksplorasi. ia sedang menjelajahi. ia sedang mengenali. justru jika ia tidak ngunyah buku, bunda perlu 'agak khawatir' mengenai rasa ingin tahunya
3. Irma: Mbk mau nanya nih..
Klo anak nya gak mau baca buku bagaimna??
Usia 9 tahun
jawab:
ada beberapa tips yang bisa dicoba:
1. ajak ia ke toko buku, biarkan ia memilih buku mana yang ingin ia baca
2. lihat jenis buku yg dipilihnya, apakah berupa novel atau komik atau apa. nanti akan ketahuan jenis buku apa yang disukai
3. kasih project anak setiap minggu atau bulan: baca 1 buku, bikin resume, lalu beri gift jika project berjalan. jika tidak berjalan, bisa dihukum dengan mengurangi hak. sebelumnya bicarakan dulu kesepakatan ini baik2 dengan anak.
4. Irma: Trs yg usia 2 th supaya senang dengan buku bagaimnaa juga??
jawab:
sediakan waktu setiap hari minimal 10 menit, bacakan buku untuk anak. Dibacakan yah, bukan menyuruh anak membaca. waktu yang paling efektf adalah sebelum dan atau sesudah tidur, baik siang maupun malam.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar