Kutipan Kisah dalam Buku "Sabar Menanti Buah Hati"

"Ya Rabb, hadirkanlah ia di rahimku"

(Dimuat di majalah Nurul Hayat edisi April 2018 dengan judul "Aku Rindu Kamu")



Baca selengkapnya:


Hadirnya seorang anak merupakan hal yang didambakan oleh pasangan suami-istri, terlebih bagi mereka yang sudah lama menikah. Namun, terkadang apa yang kita inginkan tak selamanya sejalan dengan kehendak Allah. Ada pasangan suami-istri yang baru menikah sudah dikaruniai momongan, namun ada juga yang harus bersabar dalam penantian menunggu hadirnya buah hati. Semua itu tak lain terjadi atas kehendak Allah.

Kesabaran dalam menanti hadirnya buah hati tak semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan proses yang istiqomah dan tak mengenal kata lelah. Yang jelas, tak ada batas kesabaran di dalam islam. Teruntuk pasutri yang tengah merindukan jundi kecil-Nya, kesabaran amat diperlukan untuk menjalani segenap proses ikhtiar, tak lelah berdoa serta tak luput bertawakkal pada-Nya. Kesabaran juga diperlukan untuk menerima dan menjalani takdir buruk yang telah ditetapkanNya.K

Kisah terkait hal diatas bermula pada bulan kedua pernikahan saya. Saat itu, saya dinyatakan positif hamil. Namun, entah karena beban psikologis, goncangan saat berkendara atau sebab lain, janin yang masih berupa segumpal darah itu pun luruh. Tengah malam saya merasakan nyeri hebat di rahim hingga darah berceceran keluar. Saya mengalami keguguran sebelum usia kehamilan menginjak 6 minggu.


Kehilangan calon anak menjadi beban psikologis yang berat bagi saya. Sangat sulit bagi saya untuk sembuh dari trauma mental akibat kehilangan janin yang saya kandung. Rasa sedih, marah, sesal dan sejenisnya berkecambuk dalam hati. Hari-hari saya diliputi penyesalan yang mendalam karena saya merasa tak bisa menjaga si kecil dengan baik. Saya kerap menyalahkan diri sendiri. Pun mencari kambing hitam untuk disalahkan. Ah, mungkin semuanya karena saya kurang tawakkal padaNya. Ya rabb.. Rasanya begitu berat beban yang saya tanggung saat itu. Seolah-olah saya adalah satu-satunya manusia yang paling menderita di dunia ini. Meski nikmatNya yang lain masih luar biasa banyak, mata saya tertutup akan semua itu.

Hari berganti bulan dan pergantian tahun pun berjalan tanpa bisa menyembuhkan luka yang membekas teramat dalam. Beragam cara dan segala saran telah saya tempuh demi hadirnya sosok mungil dalam kehidupan rumah tangga kami. Dari mengkonsumsi makanan dan minuman tertentu, minum obat herbal, pijat hingga mendatangi dokter spesialis. Doa pun tak luput kami panjatkan. Akan tetapi, keikhlasan untuk tawakkal akan calon anak yang telah diambilNya kembali belum sepenuhnya saya jalankan.

Dua tahun lebih berlalu tanpa tanda-tanda akan hadirnya sosok pengganti yang mampu mewarnai hari-hari kami. Rasa iri melihat wanita hamil atau mempunyai bayi tak jarang menghampiri. Setan pun berbisik tuk kufur nikmat. Astaghfirullah.. Belum lagi satu pertanyaan sama yang kerap muncul dari kerabat, teman dan tetangga. Saya sudah lelah memasang senyum palsu ketika mereka bertanya apakah saya sudah hamil atau belum. Mungkin mereka menganggap hal itu sebagai bentuk perhatian. Akan tetapi, kalimat yang didengungkan berulang tersebut tak ubahnya sembilu yang menghujam qalbu. Perih! Tidakkah mereka mengerti bahwa mempunyai anak merupakan kehendak Allah?

Namun, Allah sungguh maha penyayang lagi maha pemurah. Ramadhan tahun lalu menjadi titik balik kehidupan saya. Di bulan mulia itu Allah mencurahkan kasihNya yang tak terhingga bagi saya. Kesempatan untuk beribadah dengan sungguh-sungguh dan berinfaq dengan harta terbaik menjadi momentum untuk berbenah diri. Saya merasa telah berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih dekat dengan Rabb saya. Pun mensyukuri nikmat-nikmatNya yang tak terhitung jumlahnya.

Pada akhirnya saya bisa mensyukuri musibah yang telah menimpa saya. Alhamdulillah karena saya segera diberi karuniaNya setelah menikah, diberi kesempatan untuk merasakan kehamilan serta dimudahkan jalan untuk ikhtiar. Sementara masih banyak wanita di luar sana yang berjuang keras untuk mendapatkan gelar ibu.

Selepas ramadhan, saya juga menjadi lebih aktif mengikuti berbagai kajian. Dari yang tadinya hanya dua pekan sekali menjadi hampir setiap hari. Pemaparan ayat Al-Qur'an maupun hadits yang saya dengar merasuki qalbu. Membuat saya menangis sejadi-jadinya. "Ya rabb, sungguh hambaMu ini telah berkubang dalam dosa. Hamba merasa sulit untuk ikhlas dengan ketentuanMu padahal hal itu sudah tercatat dalam lauhul mahfudz sebelum hamba diciptakan. Akan tetapi kini hamba sudah sepenuhnya yakin bahwa takdirMu itulah yang terbaik bagi hamba."

Tepat tiga tahun setelah segenap ikhtiar, doa dan tawakkal yang tak luput dipanjatkan di sepertiga malam terakhir, akhirnya didapatilah berita gembira itu. Setelah hati ini tunduk pada kepasrahan dan keikhlasan untuk menerima segala. Dini hari itu muncul dua garis merah pada test pack yang saya gunakan. Air mata bahagia berlinang menggenangi pelupuk mata. Alhamdulillah Ya Rabb, Engkau telah gantikan janin yang Kau ambil, semoga dengan yang lebih baik dari itu. Semoga Ananda menjadi anak yang sholih, hafidz Al-Quran yang berakhlak qur'ani, berbakti kepada kedua orang tua dan bermanfaat bagi orang lain, aamiin. Bagi para istri yang masih menanti hadirnya momongan, jangan bersedih karena Allah pasti akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya di saat yang tepat.

0 $type={blogger}:

Posting Komentar