Ketika hari
Senin tiba, maka akan terdengar suara-suara dalam bahasa arab yang lebih sering
dicampur dengan bahasa ibu. Kebanyakan yang tertangkap telinga adalah “ma
makna...?” (apa artinya...?”) yang
dilanjutkan dengan kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia.
“Kenapa
lebih sering menggunakan ‘ma makna’ saja?” tanya saya. Anak-anak kan sepekan
tiga kali ada pelajaran bahasa arab, jadi saya rasa mufrodat (kosakata) yang
mereka hafal sudah lumayan. Tapi yang terdengar pada hari Senin, Rabu dan Kamis
saat hari bahasa arab didominasi oleh kata-kata itu.
“Iya
Bu, kalau mengatakan ‘ma makna’ boleh pakai bahasa Indonesia,” jawab salah
seorang diantara mereka yang bertubuh kurus kecil.
Beberapa diantara mereka melakukan hal tersebut sebagai trik agar tidak terkena konsekuensi. Mereka
takut terkena konsekuensi
jika tak sengaja keceplosan berbicara bahasa Indonesia pada hari bahasa arab. Konsekuensi menambah hafalan 10 mufrodat baru dan menyetorkannya pada guru. Jadi jika tak tahu satu kalimat tertentu yang ingin diucapkan kebanyakan memilih aman dengan memberi embel-embel ‘ma makna’ di depan kalimat. Bisa dimaklumi memang karena masih dalam tahap belajar. Bahasa arab yang diucapkan pun lebih sering nyeplos spontas tanpa memperhatikan aturan-aturan kalimat. Lantas guru-guru mapel bahasa arab yang membetulkan susunan kalimat mereka. Lebih baik daripada mereka diam atau menggunakan bahasa isyarat karena malu menggunakan bahasa arab.
jika tak sengaja keceplosan berbicara bahasa Indonesia pada hari bahasa arab. Konsekuensi menambah hafalan 10 mufrodat baru dan menyetorkannya pada guru. Jadi jika tak tahu satu kalimat tertentu yang ingin diucapkan kebanyakan memilih aman dengan memberi embel-embel ‘ma makna’ di depan kalimat. Bisa dimaklumi memang karena masih dalam tahap belajar. Bahasa arab yang diucapkan pun lebih sering nyeplos spontas tanpa memperhatikan aturan-aturan kalimat. Lantas guru-guru mapel bahasa arab yang membetulkan susunan kalimat mereka. Lebih baik daripada mereka diam atau menggunakan bahasa isyarat karena malu menggunakan bahasa arab.
Tidak
seperti hari Selasa, English day, yang sudah didominasi oleh bahasa Inggris
ketimbang bahasa Indonesia sendiri. Mereka sudah lebih pede mengucapkan
kata-kata dalam bahasa Inggris. Tidak ada kata-kata “what’s the meaning of...?”
yang seringkali terselip diantara ucapan-ucapan mereka. Ya, mereka hanya perlu
semakin familiar saja dengan bahasa arab. Seperti saat mereka terpapar bahasa
Inggris.
Dan
jika hari bahasa arab tiba, anak-anak boleh menggunakan bahasa Indonesia pada saat
jam pelajaran. Selain itu menggunakan bahasa arab, terlebih di asrama. Bagi
saya sendiri, hari bahasa arab adalah kesempatan yang sangat bagus untuk
belajar bahasa arab secara langsung. Terlebih bagi saya yang masih minim vocab. Meski menurut saya bahasa arab
lebih rumit dibanding bahasa Inggris, tapi belajar bahasa yang satu ini memberi
keasyikan tersendiri. Terlebih jika lingkungan mendukung terciptanya situasi
yang memungkinkan untuk senantiasa menambah kosakata baru. Saya jadi belajar banyak dari anak-anak dengan berbicara pada mereka
saat hari bahasa arab. Semoga saja nantinya kami semua bisa menggunakan bahasa
arab seperti berkata-kata dalam bahasa Indonesia... Amiyn.
0 $type={blogger}:
Posting Komentar