Terapi untuk Mengatasi Inner Child, Luka Pengasuhan Masa Lalu


Pernahkah dalam kondisi terdesak dan emosi memuncak tanpa sadar Anda memukul anak-anak Anda meski Anda tahu memukul itu salah? Itulah inner child. Dia adalah memori masa lalu yang akan muncul ketika kondisi terdesak. Inner child tidak selalu negatif. Ada juga inner child yang positif. Namun, inner child negatif akan memberi bekas luka pengasuhan masa kecil dan berpengaruh pada pola kita mendidik anak-anak. Inner child tidak hanya berasal dari pola pengasuhan orang tua, pengasuh lainnya dalam keluarga juga berpotensi membentuk inner child.
Dikisahkan Adriano Rusfi, seorang psikolog, bahwa ada seorang wanita yang beragama baik dan paham ilmu parenting tega membunuh ketiga anaknya. Saat digali sebabnya, hal tersebut dikarenakan luka pengasuhan masa lalunya. Wanita ini paham bahwa membentak dan memukul itu salah. Namun dalam kondisi terdesak, hal itulah yang ia lakukan kepada anak-anaknya sebagaimana apa yang dilakukan ibunya dulu. Ia tak ingin luka pengasuhannya berdampak pada pola asuh anak cucunya kelak, jadi ia membunuh ketiga anaknya.

Related Articles: Resume Kulwap Parenting: Inner Child, Berdamai dengan Luka Pengasuhan Masa Lalu

Oleh karena itu, inner child negatif hendaknya diobati agar tidak menimbulkan dampak pengasuhan yang buruk terhadap anak-anak kita. Menurut Euis Kurniawati, ada 2 macam terapi untuk mengatasi inner child. Pertama, terapi inner child dengan pendekatan psikologi:

1. Recall Memory
Hadirkan kembali memori menyakitkan di masa kecil. Ceritakan kembali rasa sakit dan tuangkan segala perih yang mengganjal hati. Akan lebih baik jika ada orang yang diajak berbicara. Jika tidak ada, tuliskan perasaan kita dalam kertas.
Bunda Euis mempunyai inner child negatif saat kecil. Saat itu, kakaknya dibelikan bakso oleh ibunya sementara ia tidak. Terlihat sepele memang, tapi itulah yang dirasakan Euis kecil. Ia tumpahkan semua keluh kesahnya kepada sang suami hingga dadanya bergemuruh dan air matanya bercucuran. Rasa sakit dan kesal kepada ibu yang selama ini terpendam.

2. Reframing
Reframing ibarat memberi bingkai yang baru pada foto lama. Cari berbagai alasan positif terkait gambaran inner child negatif di masa lalu yang masih muncul. Misalnya, ibu Euis tidak membelikannya bakso mungkin karena ekonomi sedang sulit saat itu.
Jika kita tidak bisa menemukan alasan yang tepat, setidaknya bayangkan sakitnya saat ibu melahirkan. Pahami bahwa tidak ada orang tua normal yang tidak sayang pada anaknya. Mungkin mereka melakukan hal tersebut karena kurangnya pengetahuan terkait ilmu parenting, dll.

3. Memaafkan
Setelah kita jalani kedua langkah di atas, langkah selanjutnya adalah maafkan orang tua kita. Sadarilah bahwa ayah kita tidak sekejam Fir'aun atau ibu kita tidak sejahat kaum kafir Quraisy.

4. Self-Talk
Berdialoglah dengan diri kita sendiri agar tidak melakukan hal yang sama pada anak-anak kita seperti apa yang sudah orang tua kita lakukan pada kita. Jika kita tahu adanya kesalahan pengasuhan orang tua kita, tak perlu kita mengulang kesalahan yang sama. Berjanjilah untuk terus belajar dan berbenah diri serta menyucikan jiwa agar dibekali kemampuan oleh Allah dalam mendidik anak-anak kita.

Lebih lanjut, terapi untuk mengatasi inner child selanjutnya adalah dengan Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa):
Mengutip kalimat Harry Santosa, founder Home Education dan penulis buku Pendidikan Berbasis Fitrah, Tazkiyatun Nafs adalah bahasa Al-Qur'an untuk menterapi secara alamiah dan fitriyah apa-apa yang menyebabkan kita berperilaku buruk. Tiada cara yang baik dan mengakar kecuali memperbaiki jiwa sebelum memperbaiki fikiran dan amal.
Dalam buku tarbiyah Ruhiyah, penyucian jiwa itu bisa dilakukan dengan 5 M:

1. Mu’ahadah
Mengingat kembali perjanjian kita dengan Allah, seperti misi penciptaan kita di muka bumi, tujuan pernikahan, doa-doa saat meminta keturunan dll.

2. Muroqobah
Mendekatkan diri kepada Allah agar diberikan qaulan sadida, perkataan yang baik, termasuk teladan sikap yang baik dalam mendidik anak-anak.

3. Muhasabah
Mengevaluasi diri agar saat mendidik anak-anak senantiasa selaras dengan Al-Qur'an dan as sunnah.

4. Mu’aqobah
Menghukum diri sendiri jika tidak konsisten dalam menjalankan pola pengasuhan yang baik.

5. Mujahadah
Bersungguh-sungguh dan konsisten dalam menjalankan pendidikan dengan cara membuat perencanaan dan ukurannya.

0 $type={blogger}:

Posting Komentar