Panggilan cintaNya bergema dari arah selatan rumah. Butiran bening mengalir menggenangi pelupuk mata. Ya rabb, betapa hambaMu ini rindu. Rindu bersua denganMu di dalam rumahMu. Rindu tersungkur dalam sujud panjang penuh harap. Rindu ini terus menggema memenuhi qalbu. Namun kini ada amanat langsung dariMu yang harus dijaga.
Sungguh hambaMu ini rindu. Rindu bertemu dengan para wanita sholihah yang dengan ringan melangkahkan kakinya menuju ke hadapanMu. Titip salam teruntuk para wanita sholihah yang hamba sayang. Semoga kami menjadi sahabat di surga, aamiin ya mujibassailin..
Saat saya sedang pijat pada seorang ibu paruh baya, saya iseng bertanya darimana beliau belajar memijat. Saya pikir beliau akan menjawab dari neneknya atau semacamnya. Akan tetapi yang saya dapati adalah cerita panjang tentang kehidupannya. Beliau berkisah bahwa rumah tangganya digoncang badai akibat orang ketiga. Beliau mempunyai tiga orang anak. Yang pertama anak laki-laki, saat itu usianya sudah SMA. Yang kedua anak perempuan dan yang ketiga anak laki-laki kelas 5 SD.
Suaminya ini tak pernah memberikan nafkah bagi anak-anaknya. Suaminya ini juga kerap marah dan melampiaskan kekesalan padanya. Sang ibu harus berjuang sendiri untuk menghidupi ketiga anaknya. Beliau menjadi buruh cuci pada 6 orang guru. Beliau bertekad untuk menyekolahkan ketiga anaknya setidaknya sampai lulus SMA meskipun sang suami menyuruh anak-anaknya untuk berhenti sekolah. Anak sulungnya yang sudah kelas 3 SMA sempat akan putus sekolah tapi si ibu mencegahnya.
Suatu ketika, sang suami pulang ke rumah sambil marah. Ia mengatakan bahwa si ibu tak becus mengurus anaknya sehingga anak itu menjadi pembangkang. Anak sulung mereka yang baru pulang pun terlibat pertengkaran suami istri tersebut. Ia mengatakan bahwa bapaknya bukan bapak yang baik. Ia sudah mengetahui bahwa bapaknya mempunyai istri lain dan sudah mempunyai anak. Namun saat ditanya ibunya, anak ini belum mau mengatakannya.
Sepasang suami istri ini sering bertengkar. Sang suami yang kerap terlebih dahulu menyulut pertikaian meski istrinya tak ingin ribut. Suami ini stres karena istri mudanya banyak menuntut sehingga ia mempunyai banyak hutang. Ibu pijat ini disurug mrmbayar hutang suaminya. Beliau kaget didatangi penagih hutang sampai membuatnya pingsan. Saat pingsan itu beliau akan dicekik oleh suaminya. Beruntungnya kejadian itu dipergoki oleh anaknya.
Sejujurnya, ibu ini sudah tak kuat terus berada dalam kondisi seperti itu. Namun, beliau berat untuk bercerai karena kasihan dengan anak-anaknya. Terlebih anak bungsunya yang masih SD sangat dekat dengan bapaknya. Beliau bercerita sempat linglung dan lupa bacaan sholat. Sebab, ia menanggung beban pikiran berat terkait persoalan rumah tangganya. Sampai saat anak bungsunya duduk di bangku kelas 2 SMP akhirnya beliau memutuskan untuk bercerai dengan suaminya.
Setelah perceraian itu, sikap beliau terhadap suaminya masih baik. Beliau menjaga hubungan baik dengan mantan mertuanya yang masih tetangga desa. Bahkan saat anak-anaknya dan orang lain mencaci suaminya karena kekesalan mereka, ibu ini berusaha menenangkan. Beliau sudah tak ambil pusing. Sepenuhnya ikhlas. Sama sekali tak menyimpan dendam. Beliau mengatakan bahwa untuk apa marah dan kesal yang malah akan menimbulkan penyakit.
Setelah melewati ujian yang begitu berat, suatu malam beliau sholat tahajud. Saat itulah beliau seperti mendapat kemampuan untuk memijat. Masyaaallah.. Sekali lagi saya belajar ikhlas dari para ibu yang berjuang dalam kehidupannya yang berat.
Seorang wanita berumur 60 tahun dengan cekatan melakukan pekerjaan rumah tangga. Pagi hari beliau mulai mencuci baju, membersihkan peralatan makan dan memasak. Setelah semua selesai, beliau membantu merawat si kecil. Sore harinya, beliau melipat pakaian kering, menyapu rumah dan halaman serta menyiram tanaman. Itulah nenek Saneya.
Nenek Saneya berkisah bahwa suaminya yang setahun lebih tua darinya tidak bisa bekerja karena permasalahan dengan keluarganya. Sementara keponakan yang tinggal bersamanya bertugas melakukan pekerjaan rumah tangga. Beliau mempunyai dua orang cucu. Yang satu sudah lulus kuliah dan belum mendapatkan pekerjaan. Sedangkan yang satu lagi masih kuliah. Menurut penuturan beliau, beliau rela bekerja di usia senja demi memenuhi kebutuhan keluarga dan memberi uang saku untuk cucunya. Beliau menjadi asisten rumah tangga di dua tempat. bekerja di dua tempat sekaligus. Beliau juga mengasuh bayi di rumahnya. Selain itu, beliau menambah penghasilan dengan memijat. Sungguh kasian saya melihatnya. Tak ada keluh kesah meluncur dari bibirnya, meski ia kerap merasa sakit kepala dan muntah akibat penyakit hipertensi dan maag yang dideritanya. Belum lagi batuk yang tak kunjung enyah dari tubuhnya. Beliau kerap menyungging senyum dan tertawa lebar.
Saya rasa suaminya masih bisa bekerja, jika ia mau. Saat saya bertandang ke rumahnya, sang suami sedang asyik rebahan sambil bermain hp. Ia malah menyuruh sang keponakan yang ada di dalam rumah untuk membukakan pintu. Ah, tapi sudahlah! Itu masalah rumah tangga mereka. Toh, sang nenek oke-oke saja menafkahi suaminya.
Yang saya perhatikan, ibu ini sangat ikhlas menjalani kehidupannya. Sudah 25 tahun beliau berumah tangga dan tidak dikaruniai anak. Ibu ini ternyata mengidap suatu penyakit. Dokter menawarkan apakah  ia ingin anak atau berumur panjang. Si ibu memilih untuk hidup lebih lama. Sang suami yang menginginkan anak pun dinikahkannya dengan keponakannya sendiri. Anak dari kakak perempuannya. Di usia SMP, sang keponakan menikah dengan suaminya dan mereka dikaruniai dua orang putra.
Beliau juga sayang pada di kecil. Bayi mungil ini selalu tersenyum ceria dan menyahut ketika diajak bicara nenek. Ya rabb, betapa hamba harus banyak bersyukur dengan segala karunia yang Engkau berikan. Alhamdulillah..