Membuka media sosial terkadang membuat kita luruh dalam kubangan penyakit hasad yang muncul. Bagaimana tidak, postingan foto teman-teman 'tampak bahagia' dengan keluarga kecilnya, mempunyai anak yang menggemaskan, tinggal di luar negeri, melanjutkan pendidikan di tempat nun jauh dari bumi pertiwi atau memiliki karir yang bagus. Saya sengaja memberi tanda kutip pada kata 'tampak bahagia' dalam kalimat diatas. Yah, who knows kalau sebenarnya hidup mereka tak seperti kelihatannya. Ada yang menyatakan bahwa apa yang ditampilkan seseorang di akun pribadi miliknya di dunia maya hanyalah sortiran kehidupan mereka. Pilihan tampilan gambaran kehidupan yang nampak baik dan 'wah'.

Baca juga: #Setan Kekinian

Padahal sejatinya setiap orang pasti memiliki masalah dalam hidupnya. Bukankah Allah SWT telah berfirman, "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, 'Kami telah beriman,' dan mereka tidak diuji?" (Q.S. Al-Ankabut: 2). Serta dalam ayat lain Allah menegaskan, "Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar" (Q.S. Al-Baqarah: 155).

Melihat tampilan kehidupan orang lain yang telihat luar biasa tak jarang memunculkan hasad dalam diri kita. Hasad atau iri hati adalah penyakit hati yang timbul karena tidak senang melihat orang lain bahagia atau senang melihat orang lain susah. Hasad juga bisa muncul saat kita menginginkan kebahagian yang sama seperti orang tersebut.

Padahal kesuksesan seseorang itu tak ubahnya seperti fenomena gunung es. Apa yang tampak di permukaan hanyalah buah kesuksesan seseorang. Sementara bagian bawah gunung es yang tak terlihat adalah perjuangan orang tersebut dalam menggapai sukses. Allah SWT telah menyatakan hal ini di dalam surat cintaNya: "Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. An-Nisa: 32).

Lebih lanjut, panutan kita Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga telah mengingatkan agar kita hanya boleh iri pada dua perkara. Keduanya adalah iri yang mengarah pada kebaikan. Dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak dibenarkan hasad (iri hati), kecuali terhadap dua orang, yaitu seseorang yang dikaruniai oleh Allah ta'ala kemampuan membaca Al-Qur'an, kemudian ia selalu sibuk dengannya siang dan malam. Seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah ta'ala, lalu ia menginfakkannya siang dan malam." (H.R. Bukhari, Tirmidzi dan Nasa'i).

Hal ini berarti kita diperbolehkan iri pada orang yang mengamalkan Al-Qur'an dengan cara belajar membaca dan mengajarkannya. Pun iri pada orang dermawan yang selalu membagikan hartanya kepada mereka yang membutuhkan. Lebih lanjut, jika kita menilik bahaya hasad, tentu kita akan menghindarkan diri dari hal-hal yang akan menjerumuskan kita ke dalamnya. Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah olehmu sifat hasad, karena sesungguhnya hasad itu dapat menghilangkan segala kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu yang kering." (HR. Abu Dawud).

Jika bahagia kita maknai hanya sebatas kesuksesan duniawi, maka hendak kemanakah kita cari kebahagiaan saat semua itu berakhir pergi? Padahal ada kebahagian berupa surga dunia dibalik senyum dan keridhoan orang tua kepada kita. Bukankah ridho Allah sejalan dengan ridho orang tua? Padahal ada surga dalam ketaatan kita sebagai istri kepada suami. Bukankah para wanita berhak memasuki surga dari pintu manapun saat ia melaksanakan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat pada suaminya? Padahal ada surga saat kita melakukan pekerjaan kita dengan ikhlas karenaNya. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain? Bahkan ada surga di bawah telapak kaki kita saat kita menyandang gelar seorang ibu. Ada surga dalam rengek tangis dan rewelnya anak-anak kita saat kita mampu menjadi ibunda sholihah. Ada surga dunia yang kasat mata namun kenikmatannya berkali lipat dibanding pencapaian duniawi semata. Surga itu adalah hidup penuh berkah, rumah tangga sakinah dan anak-anak sholih-sholihah. Terlebih bagi seorang muslim sejati kebahagiaan terbesar adalah saat kita dapat merengkuh ridhoNya dan melihat wajahNya di jannah nanti.

Dimuat di Suara Muslim.net. 



Era digital seperti saat ini memungkinkan segala akses terhadap pengaruh baik dan buruk. Jika dulu godaan setan terbatas, maka kini aksesnya semakin terbuka lebar. Dengan berkembangnya tekhnologi digital seperti televisi, media sosial, gadget dan sebagainya, kids jaman now mempunyai tantangan yang lebih besar untuk menjaga diri dari godaan setan dibanding anak jaman dulu.

Jika anak jaman dulu tergolong manut, tak berani membantah dan melaksanakan apa yang dikatakan orang tuanya. Sebaliknya, kids jaman now yang sudah disuguhi dengan beragam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi cenderung merasa dirinya lebih cerdas. Mereka menganggap pemikiran orang tuanya sebagai sesuatu yang kolot dan nggak up-to-date. Padahal sebenarnya apa yang orang tua sarankan adalah berdasarkan pengalaman mereka selama ini. Mereka sudah berpengalaman merasakan pahit-manisnya kehidupan, sehingga mereka bisa memberikan petuah yang baik kepada kita.

Jika ada istilah kids jaman now, maka saya akan menyebut godaan untuk berbuat buruk yang menjerumuskan manusia di masa kini sebagai setan kekinian. Betapa tidak, dengan terbukanya akses untuk menjelajah beragam informasi, kids jaman now banyak disuguhkan dengan hal-hal yang tidak sesuai syariat islam. Namun, hal tersebut banyak dianut oleh masyarakat. Dimulai dari televisi yang menayangkan kehidupan hedonisme para selebritis. Menampilkan kehidupan orang kaya yang glamor.

Efek negatif dari gaya hidup yang ditampilkan adalah hilangnya sifat qana'ah (merasa cukup) dengan apa yang dimiliki. Kids jaman now secara tidak sadar meniru gaya hidup selebritis dengan meminta uang lebih kepada orang tuanya atau memakai uang jajan untuk hal-hal yang kurang penting. Padahal sejatinya islam mengajarkan kita untuk zuhud. Zuhud terhadap dunia berarti berpalingnya hati dari kecintaan kepada dunia karena mengerti hakikat dunia yang tidak bernilai, tidak memberi kemuliaan, juga tidak memberi kemudharatan. "Katakanlah: 'Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun." (Q.S. An-Nisa: 77). Sebagaimana panutan kita Rasulullah SAW hidup dengan sangat zuhud. Seperti dituturkan oleh Aisyah, betapa Rasulullah hanya mempunyai dua baju, tidur di atas daun pelepah kurma, perutnya selalu lapar bahkan pernah diganjal dengan batu dan sangat sedikit tidur.
Belum lagi brainwash secara tidak langsung mengenai hubungan dengan lawan jenis. Tayangan kehidupan percintaan remaja di televisi kerap menggambarkan hubungan pacaran yang membolehkan seorang laki-laki dan perempuan saling berduaan dan mengumbar kata cinta. Hal inilah yang pada akhirnya memunculkan anggapan umum bahwa siapa yang tidak punya pacar dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Padahal sejatinya, islam melarang keras perbuatan ini. Allah berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk." (Q.S. Al-Isra': 32). Maka tak heran jika mental anak-anak jaman sekarang menjadi mental follower. Meniru apa yang menjadi fenomena umum. Meski sejatinya sebenar-benarnya tuntunan adalah Al-Qur'an dan hadits meski keduanya berbeda dari kelakukan kebanyakan orang.

Lain halnya dengan televisi, media sosial juga telah bertransformasi menjadi setan kekinian. Jika tidak digunakan secara tepat, media sosial hanya akan menjadi sarana untuk menambah pundi-pundi dosa. Banyaknya akun-akun penyebar gosip yang membicarakan kejelekan orang lain turut berkontribusi menyuburkan bibit-bibit ghibah.
Kids jaman now yang selalu ingin tahu hal-hal baru dapat terjerumus ke dalam perbuatan ghibah yang tak berfaedah. Membaca berita kekinian tentang kehidupan orang lain yang belum tentu benar juga dapat melalaikan tugas dan kewajibannya sebagai seorang anak dan pelajar. Belum lagi dosa yang harus ditanggung akibat membicarakan aib orang lain. Allah SWT telah mengingatkan hamba-Nya di dalam al-Qur'an: "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seseorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Q.S. Al-Hujurat: 12).

Lebih lanjut, godaan setan kekinian bernama sosial media telah menjangkiti hati para kids jaman now menjadi hasad (iri hati) dengan apa yang dimiliki orang lain. Ketika melihat teman-temannya memiliki sepeda motor baru, misalnya, mereka akan berupaya meminta hal yang sama kepada orang tuanya tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi keduanya. Hal ini juga akan menggiring pada rasa kurang bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada mereka. Allah mengingatkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Q.S. Ibrahim: 7).

Tantangan godaan setan juga bisa muncul dari gadget. Kids jaman now yang sudah tak asing dengan produk digital yang satu ini diharap waspada dalam penggunaannya. Alih-alih bermanfaat, jika tidak digunakan dengan tepat hanya akan menimbulkan mudharat. Saat diri keasyikan bermain gadget, ibadah wajib seperti sholat pun dilalaikan, PR urung dikerjakan dan waktu habis hanya digunakan untuk bermalas-malasan. Ditambah lagi pengaruh buruk berbagai game yang tersaji. Ada game yang mengandung unsur kekerasan, game yang berisi konten pornografi dan lain-lain. Hal tersebut hanya akan merusak akhlak kids jaman now sebagai seorang pemuda muslim.

Setan tidak akan berhenti menyesatkan manusia hingga mereka mengikutinya. Allah telah mengingatkan hal ini di dalam Al-Qur'an: "...dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqarah: 168). Maka sejatinya, kids jaman now dengan tantangan yang lebih berat harus mampu mempersiapkan bekal iman untuk menghadapi setan kekinian yang sudah semakin canggih dalam menggoda manusia.

Dimuat di Suara Muslim.net.
Oleh: Sri Wulandari
(Pemateri kulwap/semol dalam genre cinta literasi)

Bayi merupakan individu yang berusia 0-12 bulan yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat disertai dengan perubahan dalam kebutuhan zat gizi (Wong, 2003).
Menurut Soetjiningsih (2004), bayi adalah usia 0 bulan hingga 1 tahun.
Dengan pembagian sebagai berikut: a. Masa neonatal, yaitu usia 0 – 28 hari 1). Masa neonatal dini, yaitu usia 0 – 7 hari 2). Masa neonatal lanjut, yaitu usia 8 – 28 hari b. Masa pasca neonatal, yaitu usia 29 hari – 1 tahun.
Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1 tahun.
(Saifudin Abdul Bahri. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal. Jakarta: YBP_SP. 2002.)

Dari uraian di atas, kita sepakat yah, membatasi bahasan bayi dengan rentang usia 0-12 bulan.
Pertanyaan pertama, mengapa bayi mesti dikenalkan dengan buku?
Jawaban yang paling utama adalah untuk memupuk minat bayi pada ilmu.

Ilmu kan bisa didapat di mana saja, kapan saja dan darimana saja, kenapa harus buku?
Jawabnya: karena buku adalah sumber ilmu yang pertama.
Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa harus sejak bayi? Bukankah anak-anak, termasuk bayi, tugas utamanya adalah bermain?
Yup, bener, tugas utama anak-anak adalah bermain. Pun bayi.
Namun dunia literasi bukanlah dunia yang bisa dijelajahi dengan instan. Butuh stimulasi-stimulasi sedini mungkin. Yang berarti sejak bayi.

Buku. Bahkan orang dewasa, seusia ayah dan bunda, masih banyak yang enggan berinteraksi dengan buku. Mengapa? Kalau dirunut, awal mulanya keengganan itu berasal dari masa ketika ayah bunda masih kecil. Waktu bayi dan batita, jauh dari buku. Ketika balita, mulai mengenal huruf dari TK atau bimbel yang mengajarkan calistung. Usia SD lanjut berinteraksi dengan buku pelajaran. Gabuungkan buku pelajaran dengan tehnik guru mengajarkan isinya, komplit sudah. Buku menjadi momok. Membosankan, tidak menarik dan sejenisnya. Bahkan ada lhoh, orang dewasa yang ga bisa baca novel. Alasannya ngantuk.
Padahal, jika dikenalkan dengan pendekatan yang tepat, buku apapun jadi terasa menarik. Pun buku pelajaran. Apalagi metode pengajaran anak sekolah saat ini menggunakan tematik. Konsep literasi masuk di dalamnya. Membuka peluang untuk lebih mencerdaskan anak bangsa.

Nah, pendekatan yang tepat itu seperti apa?
Berikut langkah-langkah untuk mengenalkan bayi pada buku
1. sediakan sarana buku yang cocok untuk bayi.
Ini penting. Tanpa sarana, bagaimana cara aybun mengenalkan buku pada bayi? Saat ini sudah banyak tersedia di toko-toko buku, buku-buku yang memang diterbitkan untuk para bayi.
Umumnya jenisnya:
- berupa buku bantal. Bahannya dari busa tipis, dilapisi dengan kain yang lembut. Tulisan sedikit. Gambar terlihat eye cacthing. Bisa dicuci.
- berupa board book. Bukunya per lembarnya tebal, terdiri dari kertas2 yang tebal. Meski tebal, bukunya masih ringan. Tulisan sedikit. Gambar terlihat eye cacthing. Biasanya dilapisi dengan laminasi doff, jadi jika kena noda, bisa di bersihkan dengan mudah.
Buku-buku untuk bayi ini rata-rata ukurannya kecil. Beberapa buku dilengkapi dengan mainan. Misal, kalau ditekan bisa bunyi, atau sarana stimulasi buka tutup (didalam bukunya, ada kejutan gambar yang berbeda jika dibuka)

2. letakkan buku pada tempat-tempat dimana bayi biasa beraktifitas.
Kamar tidur, ruang tamu ataupun dapur.
Tujuannya agar bayi senantiasa melihat buku dan mudah jika ingin meraihnya. Semakin sering melihat buku, bayi akan semakin familiar dengan bentuk buku, semakin hapal dengan rupa buku dan semakin merasa nyaman jika berinteraksi dengan buku.

3. sediakan waktu untuk menemani bayi beraktivitas dengan buku.
Bisa dikatakan bahwa ini yang paling utama. Keterlibatan ayah bunda dalam membersamai bayi melakukan aktivitas, akan diingat oleh bayi sebagai kegiatan yang menyenangkan. Rasa senang ini kelak akan bermutasi menjadi ‘cerdas literasi’.
Setiap hari, minimal 5 menit deh sehari, bacakan buku untuk bayi. Pangku atau timang bayi, dan bacakan padanya dengan suara yang lembut (masa neonatal) atau suara penuh ekspresi (masa pasca neonatal)

4. berikan teladan
Setiap hari juga, ayah bunda pasang aksi membaca buku sendiri dalam hati di hadapan bayi. Lebih bagus lagi jika tidak hanya sekadar aksi. Jika ayah bunda termasuk orang yang menyukai kegiatan literasi, insyaAllah pada sesi ini tidak ada masalah. Karena ototmatis ayah dan bunda mempunyai alokasi waktu untuk diri sendiri membaca buku yang disukai.

Awal mula bayi berinteraksi dengan buku, bisa jadi ia cuek bebek. Ga ada respon sama sekali. Its oke. Jangan panik hanya karena itu. Justru jika bayi fast respon, ayah bunda boleh cemas sedikit, dan berpikir, apakah bayiku adalah bayi jenius?
Berhadapan dengan bayi, kudu inget sama rumus rentang waktu konsentrasi balita. Minimal adalah 1 menit kali usianya. Berhubung usia bayi adalah 0, maka 1 menit kali 0, sama dengan 0. Kebayang kan ya?

Selanjutnya, saya akan bahas tentang konsep pengasuhan keluarga.
Apa ada bubungannya dengan pengenalan buku pada bayi?
Ada. Bahkan ini jadi penting sekali untuk diperhatikan.

Kilas balik sebentar yah…
Kita sepakat kan bahwa buku adalah sumber ilmu.
Namun, harus dipahami bahwa, tidak semua buku, mengandung ilmu-ilmu yang baik.
Nah, dalam memilih buku untuk dikonsumsi bayi, ayah bunda mesti mempertimbangkan konsep pengasuhan keluarga.
Contoh: ayah bunda telah sepakat untuk melakukan pengasuhan berbasis siroh, maka, buku-buku yang dikenalkan pada bayi, sebaiknya buku-buku yang isinya menunjang siroh. Atau ayah bunda sepakat untuk mengajarkan kemandirian berbasis akhlak islami, maka, buku-buku yang dipilih adalah buku-buku yang berisi tentang kemandirian anak muslim.
Jadi ayah bunda, berhati-hatilah dalam mengenalkan buku pada bayi, karena ide-ide dalam buku, cepat terserap dalam ingatan bayi.

Sesi tanya jawab:
1. Lidya: Mbak,mau nanya ttg kulwap malam ini.. kalo usia anak udh lewat 12 bulan,masih bisa ga membiasakan kebiasaan membaca buku?
jawab:
bisa, insyaAllah. mulai dari usia berapapun, bisa asal niat dan ikhtiarnya kuat. meskipun semakin besar anak, akan semakin sulit untuk stimulasi awal.
ada kasus seorang ibu, yang ingin anaknya mau belajar dan berhenti main gawai. usia anak itu 11 tahun, kelas 6 sd. ibunya jengkel, karena alih2 serius belajar untuk menghadapi UN, sang anak malah IG an melulu sama teman2nya. ini kasus pelik. dan bisa dikatakan terlambat untuk disadari. sang ibu masih tidak tahu konsep literasi dan tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi sama anaknya, sedangkan sang anak sudah ilfil duluan sama orangtuanya. sekedar bilang iya, agar ibunya ga marah-marah.

2. Diah: Assalamualaikum mbak... Saya ibu 1 anak yg berumur 10 bulan.
Saya sudh coba mengenalkan bacaan utk bayi saya.
Tp bayi saya selalu menggigit buku
Ke harus bagaimana ya ummi?
jawab:
waalaikumussalam. MasyaAllah, lagi lucu-lucunya yaaahhh 😍😍
yup, bayi segitu emang lagi senengnya 'ngemplok' segalanya. ada bayi tetangga yang suka banget sama jempol kaki saya 🤦‍♀
ga pa pa bun, biarkan saja. itulah kenapa buku2 untuk bayi harganya mahal. buku2 itu didesain aman jika: dimakan, dilempar, diinjek, bahkan diompolin. 😂😂😂
dengan mengunyah buku, ia sedang bereksplorasi. ia sedang menjelajahi. ia sedang mengenali. justru jika ia tidak ngunyah buku, bunda perlu 'agak khawatir' mengenai rasa ingin tahunya

3. Irma: Mbk mau nanya nih..
Klo anak nya gak mau baca buku bagaimna??
Usia 9 tahun
jawab:
ada beberapa tips yang bisa dicoba:
1. ajak ia ke toko buku, biarkan ia memilih buku mana yang ingin ia baca
2. lihat jenis buku yg dipilihnya, apakah berupa novel atau komik atau apa. nanti akan ketahuan jenis buku apa yang disukai
3. kasih project anak setiap minggu atau bulan: baca 1 buku, bikin resume,  lalu beri gift jika project berjalan. jika tidak berjalan, bisa dihukum dengan mengurangi hak. sebelumnya bicarakan dulu kesepakatan ini baik2 dengan anak.

4. Irma: Trs yg usia 2 th supaya senang dengan buku bagaimnaa juga??
jawab:
sediakan waktu setiap hari minimal 10 menit, bacakan buku untuk anak. Dibacakan yah, bukan menyuruh anak membaca. waktu yang paling efektf adalah sebelum dan atau sesudah tidur, baik siang maupun malam.