Catatan Kulwap Parenting "Manajemen Emosi dan Hati Orang Tua"

Oleh: Ninin Kholida M, S.Psi, M.Kes.
(Penulis Buku 'Parenting Readiness)



πŸŒΈπŸ“ *MATERI BAGIAN I*πŸ“πŸŒΈ

Seorang guru bisa bersabar menghadapi murid-muridnya di sekolah, tapi belum tentu kesabaran itu akan sama kadarnya ketika ia menghadapi anak-anaknya sendiri di rumah. Bahkan seorang psikolog yang sehari-hari membantu banyak klien menghadapi masalahnya, belum tentu bisa tetap setenang itu secara konsisten ketika menghadapi masalah dalam keluarganya. Mengapa demikian ?setidaknya ada beberapa alasan mengapa manajemen emosi orang tua menjadi bahasan yang penting :

1. Karena di dalam rumah kita menampakkan ‘wajah’ yang sebenarnya, tak bisa memakai topeng, pencitraan ataupun kepura-puraan. Interaksi dalam keluarga biasanya lebih spontan dan jujur; di sinilah kepribadian sebenarnya terungkap.

2. Karena peran di rumah sebagai suami-istri atau orang tua merupakan peran sepanjang sisa hidup, tanpa cuti tanpa pensiun. Dalam waktu yang sangat lama itulah konsistensi dan kesabaran diuji. Interaksi di rumah terjadi bukan hanya saat penghuninya produktif, tapi juga saat lelah, ,malas, lemah dan keadaan lainnya seperti apa adanya.

3. Karena ujian dalam kehidupan sebagai pasangan dan orang tua seringkali terjadi mendadak, tanpa persiapan dan tak disangka. Dulu saat belum menikah, ujian anda seputar diri anda sendiri, orang tua dan keluarga. Ketika menikah ujian dan tantangan itu bertambah, bisa berasal dari pasangan anda, anak, menantu, mertua, ipar, tetangga juga makin kompleks.

4. Peran di rumah seringkali dilematis, karena terjadi dengan orang-orang yang (seharusnya) sangat kita cintai. Ada harapan yang tinggi, sekaligus penerimaan tanpa syarat dalam segala kondisi. Sayangnya, realitasnya tidak semua berjalan seperti apa yang kita harapkan.

5. Di dalam rumah banyak peran yang kadang harus dikelola secara bersamaan sehingga menimbulkan konflik peran, apalagi jika konflik peran itu seringkali tidak sepenuhnya bisa anda kendalikan/control. Misalnya bagi ibu bercerai yang suaminya tidak menafkahi, satu sisi jika dia harus pergi mencari nafkah, maka tidak ada yang menjaga anaknya dan sebaliknya. Ketika ia bekerja dengan membawa serta anaknya, maka hal ini pun juga tetap menjadi konflik.

6. Hubungan  dalam keluarga bukan hubungan transaksional yang didasarkan untung rugi, tapi diikat oleh hubungan keimanan, darah, hukum dan sosial. Bukan hanya didasarkan hubungan mutualisme atau rasa suka dan tidak suka. Hubungan orang tua-anak adalah takdir. Orang tua tidak bisa memilih anak sebagaimana anak tidak bisa memilih orang tuanya. Tidak ada kata mantan anak atau mantan orang tua. Seburuk apapapun keadaan anak dan orang tua, tidak bisa diputus atau ditinggalkan. Inilah yang kadang membuat hubungan orang tua anak menjadi unik dan rumit.

7. Interaksi dalam keluarga baik sebagai pasangan maupun orang tua-anak adalah hubungan yang saling berpengaruh secara kuat dan konsisten, berlangsung secara disadari maupun tidak disadari. Saling pengaruh ini bahkan menjadi siklus berkepanjangan, ketidakmampuan orang tua anda mengelola emosinya sehingga melakukan tindakan kekeraan pada anda saat anak-anak, bisa menimbulkan trauma yang jika tidak berhasil diokelola dg baik akan anda bawa pengaruhnya saat anda menjadi orang tua dan mendidik anak-anak anda (seperti bahasan innerchild). Tidak seorang pun bisa mengelak adanya saling pengaruh ini. Baik diinginkan maupun tidak.  Pengaruh ini baik berupa DNA, sifat, karakter ataupun kejadian masa lalu. Seringkali hal-hal ini tidak bisa diubah, sekuat apapun anda mencobanya. Yang bisa dilakukanadalah menerima. Nah, ACCEPTANCE atau penerimaan adalah salah satu bahasan yang penting dalam mengelola emosi orang tua.
Karena itu penting sekali anda menyelesaikan masalah, trauma dan hal negative lain yang masih anda simpan terkait hubungan anda dengan orang tua. Supaya anda bisa menjalankan peran sebagai orang tua dengan lebih berkah dan mudah. Hal ini saya bahas di Bab 2 buku #parentingreadiness (karena itu pada kulwap ini tidak akan saya bahsa terlalu detail ya, nanti bisa baca sendiri)
Mengelola emosi anda sebagai orang tua akan berpengaruh pada cara anda mengambil keputusan, mengelola konflik dan bertindak dalam pengasuhan.
Hal ini merupakan ‘seni’ tingkat tinggi karena *anda seringkali harus bertahan tanpa merasa menjadi korban, menjadi pemenang tanpa membuat seorang pun merasa kalah dan terhina, berkompromi tanpa menyalahi prinsip diri, tegas tanpa melukai, memerintah sekaligus mengayomi*.
Karena beratnya hal ini, maka anda jangan hanya mengandalkan kemampuan manusiawi anda saja. Libatkan Allah swt yang menguasai dan membolak-balikkan hati manusia. Karena mengelola emosi diri tak bisa hanya dengan pendekatan logika dan ilmu semata. Kita perlu mendekati pemilik hati dan penguasa jiwa (mind) manusia. Mengikat hati dan benak (mind) dengan iman dan membuatnya terhubung dengan Tuhan akan membuat banyak lompatan keajaiban.

πŸŒΈπŸ“ *MATERI BAGIAN KEDUA* πŸ“πŸŒΈ

Emosi sebenarnya lebih bersifat fisiologis daripada psikologis. Ketika terjadi perubahan emosi, maka sebenarnya anda bisa memperhatikan adanya *tanda* perubahan secara fisik pada tubuh anda, baik perubahan kecepatan nafas, denyut jantung, gerakan mata, ekspresi wajah,tegangan otot, suhu tubuh bahkan  hormon dan neurotransmitter otak.  Emosi merupakan cara tubuh merespon perubahan dan cara untuk survival.  Jadi pada dasarnya mudah mengenali emosi orang lain, syaratnya adalah PEKA serta EMPATI. Anda bisa menempatkan diri seandainya berada pada situasinya, apa adanya. Sebaliknya, syarat utama untuk mengenali emosi diri sendiri adalah JUJUR dan MENERIMA, jangan melakukan pembelaan, pengabaian atau penyangkalan. *Emosi mempengaruhi fisik-fisiologis, sebagaimana hal-hal fisik-fisiologis juga mempengaruhi emosi*

Salah satu keterampilan penting dalam manajemen emosi adalah keterampilan mengenali dan menerima emosi ini. Anak-anak seringkali belum bisa menamai perasaan mereka, karena itu perlu dibantu diperjelas apa yang mereka rasakan. Sementara orang dewasa seringkali tahu tapi tidak jujur dengan perasaan/emosi yang mereka rasakan, sehingga jadi tidak selaras antara ucapan dengan apa yang sebenarnya mereka rasakan. “saya gak papa kok, saya baik-baik saja”, sambil tersenyum;  tapi air matanya tumpah sampai dadanya sesak sesegukan.


[3/18, 05:53] 🎐: Sesi tanya jawab:

1. ❓St. Munzayanah-Sdarjo, Yuni-Makasar, Diana-Jogja, Laras-Lampung, IF, A-Bandung, Cempaka-Bogor, Dina-Pati

●jika sedang emosi dn bersamaan sdg komunikasi dg anak, bgmn melatih diri agar tidak menyalurkan ke anak? apa dampaknya bila kita sering membentak anak

●sy tu kdg2 ketika kondisi sdg capek n gk mood klo pas ngurus anak kdg membntk anak / memarahi anak ap itu berpengaruh negatif dg tumbuh kembangnya.. Kalo iya lantas hal ap yg hrs sy lakukan agar bs berjalan dg baik dan hal negatif yg sdh sy lakukan (memarahi,mmbntak) itu tdk diingatnya lagi..krn sy tkut kl itu nnti dicontoh ketika besar nnti. Dan bgmn menyampaikan kpd anak yg br berusia 11 bln ttg kondisi yg sdg kita alami (misal capek)... Bgmn cara agar emosi kita tdk tersalur kan dg hal yg timbul negatif kpd anak.  .trimakasih.

Jawaban:
Nah pada materi pengantar saya terangkan bahwa salah satu keterampilan penting dalam manajemen emosi adalah *mengenali emosi diri dan orang lain*.

Karena itu anda perlu mengenali kondisi anda sendiri. Melokalisir masalah haya pada anda sendiri.
*Akui dengan jujur dan  terima*.

Orang dewasa yang seringkali melakukan penyangkalan terhadap emosi yang dia rasakan, cenderung gagal mengatasi permasalahannya.

Mengapa demikian ?
Karena emosi itu adalah *pintu masuk menuju fungsi  otak yang lebih besar dan kompleks* termasuk berpikir dan pengambilan keputusan...
Karena itu jika anda emosi, anda susah mikir kan? πŸ˜„ Karena ada blok/ penghalang emosi tadi.

Semua orang tua tahu kok kalau melakukan kekerasan fisik pada anak itu buruk, tapi kenapa mereka tetap melakukannya?
Karena saat sangat emosional mereka tidak bisa berpikir jernih. Tidk bisa mengambil keputusan tepat. Akhirnya menyesal kemudian.

Jadi saat anda merasa benar-benar capek dan sulit mengendalikan diri anda bisa bilang pada anak-anak.

"Mama capek sekali, rasanya juga ingin marah tapi bukan sama kakak. Boleh ya mama minta waktu sebentar untuk istirahat ? 10 menit ya ..
Mama mau minum, wudhuk dan duduk sebentar...doakan mama membaik perasaannya. setelah itu kita main lagi ya."


2. ❓ Azizah-Ciputat, Tika-Bekasi, L Depok, Cici_Riau, Dina-Pati

1. Sebagaimana yang kita ketahui emosi adalah respon dr stimulus yang ada d luar diri kita, emosi ini ada beberapa macam, ada emosi marah, kecewa, bahagia dst.
Pertanyaannya adakah kiat2 agar kita merespon hal2 yang  kurang enak dengan emosi yang positif?
2. Kalau anak kita melakukan hal2 buruk seperti tidak mau sharing mainan dengan teman, apakah kita langsung mengingatkan saat itu juga, atau bgmn? Ini terjadi di anak saya yang umur 2 tahun.
3. Emosi memang harus dilampiaskan agar hidup kita tidak terkungkung dengan perasaan2 tidak baik, cara melaksanakannya bagaimana bu?
4. Bagaimana menghadapi orangtua khususnya ayah kalau ada sedikit kabar yang tidak baik, responnya adalah marah, mengancam dan tidak segan2 memukul tanpa mencari klarifikasi atas duduk perkara yg terjadi?
5. Bagaimana cara menghadapi orangtua yang selalu menganggap apa yang terjadi pada anaknya adalah konsumsi pula buat anaknya yg lain, sehingga antara anak satu dengan yg lain tidak ada privasi, sedangkan salah satunya menganggap itu adalah privasi yg seharusnya kalau dia curhat ke ibu, hal itu tidak akan sampai ke telinga saudaranya. Hal ini membuat sang anak tidak gampang curhat ke ibu.
6. dilingkungan yg suka berteriak, berkata kurang sopan. Bahkan sayapun juga tanpa sadar sering mengucapkan itu d dpn anak (9bln). Seperti percakapan saya dan suami di depan anak. Gimana cara ngajarin anaknya biar ga mencontoh dan meniru kl sehari2nya ada di lingkungan yg tdk mendukung?
--Bagaimana menghadapi situasi saat kita tertekan menghadapi tingkah laku anak di hadapan orang tua/mertua yang tidak pro pada model pengasuhan kita terhadap anak kita sendiri.
7. bagaimana cara menyikapi sifat-sifat anak ketika susah dibilangin?
(Usia kk 23th, adek 22 dan 13/14 th).

Jawaban:
Pertanyaannya kompleks ya .... saya minta ijin menjelaskan dulu beberapa hal terkait emosi....insyallah akan membantu kita mendapatkan pemahaman yang lebih baik ....

*EMOSI SEBAGAI TANDA*

Nah bagian dari emosi dalah perasaan dan sifat (emotion, feeling, traits), hal ini seringkali rancu dalam pemakaian. Misalnya ketika anda berkata “saya gampang  marah sama suami saya” anda bisa merujuk pada emosi sedang (benar-benar) marah, merasa marah (walaupun tidak mampu mengekspresikannya) atau anda merasa menjadi orang yang memiliki sifat mudah marah.  Tapi karena bukan kuliah psikoliogi formal, tidak perlu kita perpanjang bahasan ini. Kita pakai saja istilah awam tentang emosi yang seringkali dipakai untuk mewakili ketiganya.
Emosi adalah alarm atau tanda, sama halnya seperti sirine kebakaran. Anda tentu tak bisa berharap bahwa sirine itu jugalah yang harus menyemprotkan air untuk memadamkan.  jika anak anda menangis, maka itu tanda bahwa ada perubahan pada emosinya; mungkin dia merasa tidak nyaman, lapar, sedih, terganggu atau tidak aman. Tapi mengapa dia sedih, apa yang membuatnya sedih? itu tidak akan terjawab hanya dengan menyuruhnya berhenti menangis (karena anda tidak tahan dengan berisiknya atau merasa jengkel).

Nah kesalahan banyak orang adalah menghentikan emosi sebagai tanda, tapi membiarkan masalah. kita meminta anak yang berteriak untuk diam, tapi lupa cara mengajarkan keterampilan komunikasi yang benar. kita marah saat anak anda menendang-nendang ketika marah, tapi tidak mengajarkannya cara mengungkapkan kemarahan dengan tepat. kita membentak anak yang menangis agar diam, tapi abai memahami kesedihannya, lupa memeluknya dan memastikan bahwa dia tetap aman bersama kita meskipun dia bermasalah...

Keterampilan lain yang penting dalam manajemen emosi adalah  *keterampilan untuk bersedia menerima kesalahan, ketidaksempurnaan, kegagalan, masalah atau ketidakberesan*. its oke to be weak, its ok to cry .... bukankah hidup itu sendiri adalah kumpulan masalah, ujian dan ketidaksempurnaan? orang-orang yang mau menerima hal ini akan lebih mampu menghadapi berbagai tantangan hidup, karena mereka akan lebih realistis menilai diri, menilai situasi dan tidak lari dari masalah. mereka mampu mengukur kemampuan  mengatasi masalah, tahu kapan saat perlu meminta tolong dan bekerjasama dengan orang lain. orang-orang yang mengetahui kelemahannya, justru punya kesempatan bermesraan dengan Tuhannya. Tahu diri bahwa sebagai hamba Allah yang lemah, ia butuh terhubung dengan sang Pemilik kekuatan dan pertolongan yang sempurna : Allah swt ..

Jadi bolehkah melampiaskan emosi ? Oh tentu saja boleh.... karena bahkan tanpa diekspresikan emosi secara spontan sebenarnya akan terlihat....
Nah masalahnya apakah melampiaskan/mengekspresikan  emosi itu akan membuat masalah jadi selesai atau justru membuat situasi lebih rumit?

Ini adalah hal yang lain lagi ...
*Keterampilan mengekspresikan emosi dengan tepat terkait dengan  pengendalian diri dan pemfungsian akal untuk pengambil keputusan*

Padahal prinsipnya tadi sudah saya jelaskan... jika anda sangat emosional, maka anda sukit berpikir jernih karena pintu menuju fungsi otak yang lebih tinggi terhalang...

Lalu apa yang perlu anda lakukan saat sangat emosional ?
Luangkan waktu untuk menguasai diri sendiri dan menilai situasi...
Misalnya dengan mengatur pernafasan, minum,  mengubah posisi dari berdiri menjadi duduk, bertanya atau klarifikasi...
apakah ini sulit dilakukan ? nanti kita akan bahas juga apa yang membuatnya menjadi sulit atau mudah ya...

Sebaliknya mengabaikan tanda emosi membuat anda gagal berempati untuk mengetahui *sebab di balik emosi* akan membuat anda gagal menjalin interaksi yang lebih baik dengan diri anda sendiri maupun orang lain, tidak bisa memahami hal di balik perasaan dan tentu saja tidak akan membantu menyelesaikan permasalahan yang sebenarnya, sehingga masalah itu jadi bertumpuk-tumpuk dan meledak pada suatu waktu bahkan karena hal sepele.
*Keterampilan manajemen emosi yang ketiga yang perlu anda latih terus adalah keterampilan EMPATI*. Sehingga anda tidak hanya ngotot pada pendapat anda sendiri, tidak terpaku pada ego anda sendiri, tapi bisa melihat sudut pandang, kebutuhan, harapan dan perasaan  orang lain.
Dengan keterampilan empati, maka anda akan bisa ‘nyambung saat ngobrol’ dengan orang lain, mampu memberikan feedback yang tepat, menghargai pendapatnya dan bekerjasama menyelesaikan masalah; alih-alih memaksakan kehendak anda sendiri. Untuk melatih empati, perluaslah pergaulan anda dan terlibatlah langsung dalam berbagai kejadian hidup yang membuat anda lebih kaya makna. Jika anda biasa menyetir mobil sendiri, cobalah naik angkot atau KRL dan ikut berdesak-desakan. Jika anda sehat, sesekali kunjungilah pasien dengan penyakit yang berat dan harus menjalani pengobatan rutin dalam waktu lama. Jika anda orang tua, sesekali bermainlah dengan anak-anak dan bergabunglah dalam aturan permainan mereka tanpa canggung, ikutlah tertawa, bekerjaran, kotor2an dan nikmati keseruan ala anak-anak. Dengan _memperluas dan memperkaya pengalaman hidup, anda akan menjadi lebih mudah empati_

Berempati pada pasangan bisa anda lakukan dengan memahami latar belakang keluarganya. Tidak mungkin suatu karakter seseorang tercipta kecuali dengan memahami situasi dan lingkungan seperti yang membuat karakter itu terbentuk....
Setelah memahami barulah anda dan pasangan  bisa merumuskan hal hal yang perlu ansa lakukan dalam pengasuhan agar hal tsb tdk terulang....
Tapi ingatlah, jangan pernah menjelek-jelekkan atau menjatuhkan harga diri mertua atau keluarga pasangan... karena itu akan membuatnya emosional alih alih rasional....

Jika hubungan anda dan anak terjalin dengan baik, hangat, nyaman dan saling percaya.
Sebenarnya anda tidak perlu terlalu khawatir dengan pengaruh buruk lingkungan... karena anak akan lebih imun thd pengaruh buruk jika hubungan dengan orang tuanya sehat dan nyaman.....
Jika anda sbagai orang tua bisa memastikan bahwa anda dipercayai anak serta memiliki pengaruh yang lebih besar dan kuat dari pengaruh eksternal lainnya (termasuk TV, medsos, teman atau tetangga).

Masalahnya: apakah hubungan anda dan anak sudah dibangun atas rasa saling percaya, nyaman dan sehat?
Apakah anda sudah memastikan bahwa anda telah memberikan porsi pendidikan nilai dan prinsip yang kuat, konsisten dan dilakukan dalam suasana yang nyaman pada anak? Sehingga menjadi motivasi internal dalam dirinya .

3. ❓ Maryanti-Rembang, Lia, Nadya-Malang, Dhini-Cianjur, cici-Riau
●Kaitannya dengan inner child, sewaktu saya kecil seingat sy, bapak adalah orang yg pemarah, kadang memukul ibu ketika mereka bertengkar. Sy jg pernah kena pukul. Tp ingatan soal itu sudah samar. Kemudian mereka berpisah ketika saya SMA.
Saat ini sy berada pada kondisi tidak membenci bapak tp tau bahwa perbuatannya salah. Yg sy khawatirkan, jika secara tidak sadar perlakuan bapak sy masuk alam bwh sadar kemudian sy mengikuti perilakunya (marah dan memukul anak).
Selama ini sy kadang marah dan pernah membentak anak saya usia 4 th dan 2 th. Pernah menampar pelan 1x tp tidak pernah memukul sampe berkali2 seperti bapak sy.
Yg ingin sy tanyakan, bagaimana cara mengetahui apakah sy tertular perilaku bapak sy ato tidak? Bagaimana cara untuk mencegah agar hal itu tidak pernah terjadi?
Terima kasih πŸ™
●Saya ibu 2 anak. Yang pertama usia 7 thn. Kedua usia 2 thn. Saya memiliki trauma dengan masa lalu sy. Trauma itu membuat luka kecewa sedih depresi dan marah yang cukup besar. Hal itu menjadi smakin besar setelah menikah dan pny anak. Anak pertama yang sering mnjd sasaran amarah saya.
• Bagaimana caranya menghilangkan segala trauma/amarah yang sdh tersimpan kuat dlm diri dan menggantikannya dgn kebahagiaan sehingga saya bisa membagikan kebahagiaan untuk anak2 dan skeliling saya?
• Bagaimana cara menerapkan Acceptance dlm diri. Sy coba tapi rasa kecewa lebih besar sehingga sulit utk menerima dan memaafkan?
• Bagaimana mengobati luka batin anak yang sdh pernah dimarahi?
Terima kasih Bunda.

Jawaban:
Supaya memahami tg trauma dan sejenisnya dan pengaruhnya thd kematangan emosi kita sebagai orang tua.... saya akan menjelaskan sekilas tg kaitan antara emosi dan kerja otak..

*EMOSI dan KAITANNYA DENGAN KERJA OTAK*

Pengaturan  emosi berada dalam system limbic. Pada system limbic inilah berkumpul hal-hal yang berhubungan dengan *hawa nafsu* (seperti lapar, haus, hasrat seksual, amarah, hal-hal yang membuat senang), pemindaian memori/ *kenangan*, dan juga *nilai dan motivasi*.
Dalam system limbic ini pula, otak memutuskan mana hal yang *perlu diperhatikan atau diabaikan*.

Jadi banyak berkaitan dengan hal-hal instinktif manusia, responnya spontan “flight or fight”,  juga berkaitan dengan perilaku adiksi/ketergantungan yang sulit dikontrol, juga berkiatan dengan system imun.

Dari gambaran ini anda akan lebih mudah memahami mengapa orang-orang yang anda cintai dalam keluarga justru lebih anda respon secara emosional dibandingkan dengan orang lain. Begitu juga dengan satu dua orang yang penah menyakiti anda, justru lebih anda ingat dari puluhan orang yang pernah berbuat baik pada anda.  Karena anda telah memiliki kenangan (meskipun buruk) dan punya ikatan emosional lebih kuat dengannya.   Karena berkaitan dengan kenangan, anda pun kini bisa memahami bahwa makin anda berusaha melupakan  hal-hal buruk yang terjadi pada diri anda, justru anda makin teringat dan makin menguras energi anda. Anda juga makin terlibat secara emosional dengan suatu peristiwa yang bersesuaian atau justru bertentangan dengan nilai yang anda yakini, misalnya  ketika seseorang menghina orang tua anda atau melakukan pelecehan terhadap anak anda.
Kurang stimulus atau terlalu banyak stimulus dan respon yang tidak tepat pada system limbic ini justru membuat kita akhirnya sering bereaksi spontan, akhirnya kurang mengoptimalkan fungsi akal tingkat tinggi lainnya. Anak yang sering diteriaki, dibentak, dipukul dan hal-hal lain yang memicu berfungsinya system limbic secara berlebihan juga akan merespon dengan “flight and fight”. Mereka jadi kurang memfungsikan fungsi akal yang lebih tinggi. Akhirnya ketika ada masalah responnya  ya spontan menangis, berguling2, membentak balik, memukul dst…  begitu pula dengan kecanduan… orang yang terlalu banyak stimulasi secara seksual baik lewat gambar, video ataupun perilaku seksual (yang juga ada di system limbic) akan sulit keluar dari kecanduannya karena system limbiknya lebih banyak distimulasi daripada neokorteks dan lainnya. Ini sekaligus menjawab pertanyaan sebelumnya ya tentang efek anak yang dibesarkan dengan teriakan dan kekerasan ….

Jadi jika anda terlanjur pernah melakukan hal-hal tersebut pada anak-anak, minta maaflah dan taubatilah semua kekhilafan tersebut. Semoga hal itu mengundang turunnya rahmat Allah atas anda dan keluarga. Selanjutnya, ganti stimulus instinktif yang sifatnya negative dengan yang lebih positif. Manusia memang diciptakan Allah dengan hawa nafsu, dan hal itu bukan untuk dikebiri atau ditiadakan. Namun dikendalikan dan disalurkan dengan jalan yang benar, halal lagi tepat. Nah hal ini tentu saja harus sejalan dengan tumbuhnya kapasitas pengendalian diri dan kemampuan beramal, menyalurkan energinya dalam ketaatan dan amal salih.

Misalnya hubungan seksual dibolehkan, setelah menikah pada pasangannya yang halal dengan aturan tertentu.  Jadi kalau belum mampu menikah, hindari hal-hal yang membangkitkan hasrat, cobalah puasa, jaga pandangan dan sibukkan dengan hal lain yang bermanfaat. Nah begitu pula caranya untuk mengatasi  amarah, kebencian, dendam  dll.  Selain harus ditahan agar jangan sampai berbuat zhalim, jangan terlalu banyak berinteraksi dengan hal-hal yang bisa memicu kebencian dan amarah, anda juga harus melatih cara untuk menyalurkannya dengan cara yang tepat, misalnya berlatih komunikasi asertif. Nah kapasitas ini perlu ilmu dan latihan yang berulang-ulang.

Perhatikan _konsumsi akal dan emosi anda_. jika anda sering mengkonsumsi berita, video atau berinteraksi dengan orang2 atau hal-hal yang membuat anda khawatir, takut, berpikir buruk dan memicu kembali rasa dendam anda, maka anda akan terikat lebih kuat dengan emosi negatif anda.

Nah untuk anak yang terlanjur diasuh dengan pendekatan instinktif negative  yang dominan, maka coba ganti dan isi kekosongan itu  dengan pendekatan emosional yang lebih positif. Misalnya dengan lebih banyak membelai, mencium dan memeluk anak. Penuhilah kebutuhan ASI anak, dan bermain sewajarnya. Jangan menggegas, supaya kelak mereka tidak menjadi orang dewasa yang kenak-kanankan.
Luangkan waktu bermain-main bersama anak dan tertawa bersamanya, sehingga anak memiliki penilaian dan penerimaan diri yang lebih positif terhadap dirinya dan orang tuanya. *orang yang paling keras dan temperamental, justru merupakan orang yang paling butuh kasih sayang*. Karena itu, jangan membalas perlakuan keras dengan keras pula, karena justru mereka adalah orang-orang yang sebenarnya haus kasih sayang. Selain pada anak, hal ini juga berlaku pada pasangan.

Untuk pertanyaan yang mengenai memperbaiki hubungan dengan orang tua termasuk trauma, benci dan berbagai innerchlid yang tak tuntas insyaallah sudah saya jelaskan tahapan dan tips praktisnya di buku #parentingreadiness mulai bab kedua.
"Anda tak bisa berjalan jauh dengan memanggul beban berupa kegalauan, sakit hati dan dendam. Perjalanan berat dan panjang dalam kehidupan ini bisa anda tempuh dengan lebih ringan saat anda berusaha membebaskan diri anda dari segala belenggu jiwa yang buruk. Karena itulah proses membersihkan jiwa/tazkiyatun nafs adalah sebuah kemestian yang terus menerus saat anda memutuskan untuk menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak anda. Cobalah terus dan bersabarlah" (hal. 35 buku #parentingreadiness).

Jadi manajemen emosi juga sangat erat kaitannya dengan manajemen hati atau tazkiyatunnafs...
Dengan tazkiyatun nafs inilah kita berusaha menjernihkan hati, sehingga benderang bashirah bisa menuntun kita melihat petunjuk, bertindak benar dan bijaksana.

Selain itu kita juga perlu mengisi pundi pundi kasih sayang.... bukan hanya terpaku pada hal-hal yang melukai  jiwa.
Insyallah hal itu pun sdh saya jelaskan di buku #PR
Karena pada dasarnya.. kita bisa bahagia bukan bersebab hal hal yang diluar jiwa kita...


Penutup

Semoga Allah  sang pemilik dan penguasa jiwa manusia menolong kita untuk menaklukkan hawa nafsu, mendatangkan rahmatNya atas diri kita sekeluarga ...
Karena sesungguhnya diri kita sendiri pun tak benar-benar mampu mengendalikan gejolak emosi dan ledakan nafsu diri.... maka libatkan Allah...
Jika merasa lemah minta tolonglah padaNya yang maha Kuat
Jika merasa bodoh, mintalah petunjuk padaNya yang Maha Berilmu dan Tahu

Sungguh anda tak pernah terlalu buruk untuk menjadi orang tua bagi anak anak anda ....
Yakinlah ketika Allah memberikan amanah anak pada anda sebagai orang tua...  Allah terus mendampingi anda... mintalah tolong padaNya...

Karena *anda adalah orang tua versi terbaik bagi anak anda menurut Allah, bukan orang lain*

Tetap rileks dan optimis ya ayah bunda semua.

0 $type={blogger}:

Posting Komentar