Dear Brunei,

Apa kabar kota-kotamu, Brunei? Gadong, yang menyisakan kenangan konyol saat berbelanja. Bandar, wajah kampung Indonesia yang selalu padat. Tutong, yang memberikan kenangan tradisi “tapau” alias membawa pulang makanan sisa selepas hajatan dan bercengkerama dengan para wanita Indonesia yang menjadi Bruneian. Temburong, daerah perbatasan Malaysia-Brunei yang sungguh unik dengan sungai kecil di tengah perbatasan dua negara. Juga Kuala Belait, berisi kenangan rumah khas Brunei dekat perbatasan Serawak, Malaysia. Dan bagaimana kabarmu sendiri, kawan? Sudah dua tahun semenjak terakhir kali kita bersua. Apa wajahmu masih sama seperti dulu? Seorang phlegmatis yang damai dengan rerimbunan hutan yang sunyi dan pantai yang tenang.


Dosen kami bilang kau benar-benar tempat yang tenang untuk ditinggali. Terlalu tenang malah. Apalagi jika malam tiba. Hanya sorot lampu seadanya di tengah pekat malam dan suara serangga-serangga kecil yang tak henti berderik mengisi sunyi malam. Suara deru kendaraan pun hanya sesekali tertangkap telinga. Ah, beliau bahkan berkata kami tak akan bisa kemanapun saat matahari sudah bersembunyi di peraduannya. “Wes, enak disini. Kerjaannya cuma belajar sama ngaji,” begitu katanya. Hmm, maklum saja,

“Kalau sudah besar ingin jadi apa?”
“Guruuuu.....” serempak murid-murid menjawab tanpa berpikir panjang ketika ditanya tentang cita-cita mereka.
Menjadi seorang guru adalah jawaban paling sederhana yang ada dalam benak kebanyakan anak-anak usia sekolah. Namun, agaknya bukan hanya anak-anak saja yang dengan spontanitasnya menggaungkan profesi guru sebagai cita-cita mereka. Saat ini telah terjadi pergeseran tren dari yang dulunya banyak yang harus berpikir dua kali untuk menjadi guru, kini malah berbondong-bondong menekuni profesi ini. Peningkatan tren dapat dilihat dari banyaknya lulusan SMA yang mengambil jurusan pendidikan dan dibukanya banyak lowongan untuk menjadi seorang pengajar.
Iming-iming keuntungan finansial agaknya tidak dijadikan satu-satunya tolak ukur kesuksesan seorang guru. Akan tetapi lebih dari itu, seorang guru akan mendapatkan berbagai pengalaman dan ilmu-ilmu baru di luar bidangnya. Guru seyogyanya adalah pembelajar sejati dalam kuliah kehidupan yang pada gilirannya dapat memetik manfaat atas apa yang dipelajari untuk pengembangan dirinya.


Bagi saya, hikmah menjadi seorang guru adalah membuat kita belajar melakoni berbagai peran. Kita dapat

I was always interested in psychology and human personality. After I posted human characteristics based on their blood type, now I wanna post the division of personality according to four types: Sanguinis, Kholeris, Melankolis and Phlegmatis.....................

1. Sanguinis
(+)
Hangat, bersahabat
Berbelas kasihan
Responsif
Antusias
Ramah
Banyak bicara

(-)
Tidak disiplin
Emosi labil
Tidak produktif
Egosentris
Membesar-besarkan masalah









2. Kholeris
(+)
Berkemauan keras
Independen
Memiliki visi
Siang itu, kami bertujuh berkumpul di ruang bimbingan konseling, basecamp baru para wanita. Maklum saja, kantor atas yang biasa digunakan untuk kantor para guru perempuan telah disulap menjadi laboratorium komputer. Sementara kantor bawah telah berubah fungsi menjadi ruang rapat. Jadilah kami lebih suka berkumpul di ruangan yang sehari-harinya digunakan untuk konseling para siswa.
Ruangan tersebut pun didominasi oleh para sanguinis. Bisa dibayangkan betapa ramainya suasana didalam ruangan tersebut. Sementara para siswa sedang menekuri ujian tengah semester mereka, kami mengisi waktu dengan membicarakan masa kanak-kanak kami. Mengenang permainan masa kecil. Ah, betapa menyenangkannya masa itu. Ternyata permainan yang dimainkan oleh anak-anak di usia kami hampir sama. Entah itu yang berasal dari Nganjuk, Madiun, Mojokerto, Jombang, Kediri ataupun daerah lainnya.
Permainan masa kecil yang melibatkan banyak orang jenisnya tak terhitung. Mulai dari betengan, kotak pos, bekelan, dakonan, lompat tali sampai permainan ramalan konyol tentang berapa jumlah anak kami nantinya. Hihi, bagaimana bisa anak kecil memainkan permainan seperti itu. Saya jadi bertanya-tanya siapa yang pertama kali membuat permainan-permainan semacam itu. Dan bagaimana bisa di berbagai tempat di Indonesia ini memainkan permainan yang sama. Jadilah seperti tercipta permainan universal.




Kami pun bercerita secara bergantian dan mengingat jenis permainan yang dulu sering kami mainkan bersama kawan-kawan. Lebih sering tertawa geli. 
            As usual, that morning, I was standing in front of the class, told a story which would motivate the students. In the middle of the story, I saw some girls were standing in front of the class. I ignored them. Maybe they just wanted to meet one of my students. So, I continued my story till the end. Suddenly, when I finished it, around thirty students of the eighth grade sang "Barakallah my teacher, barakallah my teacher, barakallah my teacher... Barakallah my teacher."

Such a nice surprise. They still remembered my birthday well. Last year, they also gathered around me just to say happy birthday. Now, they even came to the class merely to greet a happy birthday for me, although I didn't teach them anymore. I felt really grateful because of their care and sincerity.