Dear Brunei,
Apa kabar
kota-kotamu, Brunei? Gadong, yang menyisakan kenangan konyol saat berbelanja.
Bandar, wajah kampung Indonesia yang selalu padat. Tutong, yang memberikan
kenangan tradisi “tapau” alias membawa pulang makanan sisa selepas hajatan dan
bercengkerama dengan para wanita Indonesia yang menjadi Bruneian. Temburong,
daerah perbatasan Malaysia-Brunei yang sungguh unik dengan sungai kecil di
tengah perbatasan dua negara. Juga Kuala Belait, berisi kenangan rumah khas
Brunei dekat perbatasan Serawak, Malaysia. Dan bagaimana kabarmu sendiri, kawan? Sudah dua
tahun semenjak terakhir kali kita bersua. Apa wajahmu masih sama seperti dulu?
Seorang phlegmatis yang damai dengan rerimbunan hutan yang sunyi dan pantai
yang tenang.
Dosen kami
bilang kau benar-benar tempat yang tenang untuk ditinggali. Terlalu tenang
malah. Apalagi jika malam tiba. Hanya sorot lampu seadanya di tengah pekat
malam dan suara serangga-serangga kecil yang tak henti berderik mengisi sunyi
malam. Suara deru kendaraan pun hanya sesekali tertangkap telinga. Ah, beliau
bahkan berkata kami tak akan bisa kemanapun saat matahari sudah bersembunyi di
peraduannya. “Wes, enak disini. Kerjaannya cuma belajar sama ngaji,” begitu
katanya. Hmm, maklum saja,